Oleh Paulus Mujiran
Ketua Pelaksana
Yayasan Kesejahteraan Keluarga Soegijapranata Semarang
SBY harus
berkomitmen pada janjinya agar menteri-menteri yang terlibat kasus korupsi tahu
diri dengan cara mengundurkan diri. Dan kenegarawanan Andi sebagai pakar
politik diuji. Meski belum dijadikan tersangka, Andi semestinya bersikap
kesatria.
Isu reshuffle
kabinet makin santer seiring dengan meningkatnya tensi penyidikan kasus
Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan nama Menteri Pemuda
dan Olahraga Andi Mallarangeng yang sempat "raib" dalam audit
investigasi Badan Pemeriksa Keuangan dipastikan tercantum di sana. Tak pelak
nama Menteri Andi ramai disebutkan agar di-reshuffle dari Kabinet Indonesia
Bersatu II. Keterlibatan Andi dalam kasus Hambalang pun kian santer ketika
Deddy Kusdinar, pejabat pembuat komitmen di Kementerian Olahraga, menyatakan,
kok hanya dirinya yang dikorbankan.
Ungkapan Deddy
seperti menegaskan bahwa dia tidak bermain sendirian. Nyaris tidak mungkin
dengan anggaran Rp 2,5 triliun seorang menteri tidak tahu soal proyek
Hambalang. Terpidana kasus Wisma Atlet, M. Nazaruddin, bersaksi bahwa Andi
Mallarangeng dan Anas Urbaningrum ikut menikmati dana Hambalang. Karena itu,
publik pun yakin cepat atau lambat siapa penanggung jawab proyek Hambalang
segera terungkap. Kita berharap mereka yang saat ini di kursi pesakitan tidak
mau dikorbankan dan berani membuka tabir kebenaran.
Bagi Andi, kasus
Hambalang seperti buah simalakama. Kasus itu bermula dari niatnya mencalonkan
diri sebagai Ketua Umum Partai Demokrat bersama Anas Urbaningrum dan Marzuki
Alie. Sebagai seorang yang melek politik, Andi sebenarnya tahu tindakannya akan
membahayakan dirinya sendiri. Namun rupanya godaan menjadi ketua umum jauh
lebih memikat. Jika tudingan Nazaruddin dan opini yang terbentuk di media
benar, besar kemungkinan dana-dana itu dipergunakan ketika ia maju sebagai
Ketua Umum Partai Demokrat.
Kini, ketika Andi
kerap disebut-sebut ikut menikmati proyek Hambalang, publik pun semakin skeptis
dan tidak percaya. Meski ia belum dijadikan tersangka, apalagi terdakwa,
kredibilitasnya terasa merosot tajam. Pernyataan-pernyataan Andi tak lebih
sebagai pembelaan diri yang kering makna. Karena itu, tak mengherankan bila
publik mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar berani bersikap
tegas dengan me-reshuffle kabinet, terutama kursi Menteri Pemuda dan Olahraga,
serta menggantikannya dengan kader yang kredibel.
Terkait dengan
rumor yang menimpa Andi, SBY tampak gamang. Melalui Juru bicara Kepresidenan,
Julian Aldrin Pasha, isu reshuffle ditepis sebagai hal yang tidak benar. Meski
demikian, rumor korupsi yang menimpa Andi dalam kabinet SBY telah membuat citra
SBY kian terpuruk. Komitmen SBY berdiri di depan dalam pemberantasan korupsi
pun layak dipertanyakan, ketika membiarkan salah satu menteri dan orang
terdekatnya berlepotan dugaan kasus korupsi.
Apalagi rumor
reshuffle kabinet, terutama penggantian Menpora, cenderung berkembang menjadi
bola liar politik yang menarik. Maklum, 18 di antara 35 menteri berasal dari
kalangan partai politik sehingga isu reshuffle cenderung mudah dipolitisasi
oleh elite-elite politik yang berkepentingan dalam kasus hukum. Partai Golkar,
misalnya, sudah menyatakan siap jika kadernya ditunjuk SBY menjadi Menpora.
Apalagi DPR pun sudah menangkap peluang mempolitisasi kasus Hambalang yang
tentu saja menjadi santapan empuk menyudutkan Partai Demokrat.
SBY memang dalam
posisi dilematis. Meski santer disebut-sebut di media massa mengenai dugaan
keterlibatan Andi dalam kasus Hambalang, faktanya Andi belum dijadikan
tersangka, apalagi terdakwa oleh KPK. SBY pun memilih tetap mempertahankan Andi
meski sadar bahwa citra Kabinet Indonesia Bersatu II ikut menjadi sorotan
publik. Keberadaan Andi pun dalam KIB II seperti kerikil dalam sepatu yang
lama-kelamaan kian menyakitkan. Kinerja menteri-menteri yang bagus ikut
terpengaruh oleh rumor kasus Hambalang, karena SBY tidak berani bertindak
tegas.
Andi sebagai kader
Partai Demokrat adalah orang kepercayaan SBY semenjak Partai Demokrat
didirikan. Andi, selain menjadi think thank Demokrat, pernah menjadi orang yang
sangat dipercaya sewaktu menjadi juru bicara Presiden SBY. Rasa "berutang
budi" SBY kepada Andi sangat memungkinkan SBY tidak akan berani bertindak
tegas. Lagi pula mengambil tindakan terhadap Andi bisa-bisa mencoreng wajah
sendiri di hadapan publik.
Sebagai orang yang
taat asas dan norma, SBY tampaknya lebih memilih bersikap menunggu sampai Andi
ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus Hambalang. Masalahnya, mana
lebih cepat, proses politik di pemerintahan dan pengadilan opini di media massa
ataukah penyidikan oleh KPK yang sampai sekarang jalan di tempat. Lepas dari
status hukum terhadap Andi, sebaiknya SBY berfokus agar pemerintah tidak
tersita oleh kasus Hambalamg.
Reshuffle kabinet
harus dilakukan semata-mata untuk meningkatkan kinerja kementeriannya. Kasus
Hambalang yang didahului oleh Wisma Atlet menyebabkan Kementerian Olahraga kian
terpuruk dan tidak mendapat kepercayaan publik. Persoalan olahraga nasional pun
kian terbengkalai karena fokus menteri hanya pada kasusnya sendiri. Liga
Indonesia, yang kian berlarut-larut, mencerminkan semakin tidak efektifnya
kinerja Kementerian.
Reshuffle kabinet
memang hak prerogatif presiden. Meski demikian, masukan-masukan dari publik
hendaknya tetap menjadi masukan bagi pemerintah. SBY harus berkomitmen pada
janjinya agar menteri-menteri yang terlibat kasus korupsi tahu diri dengan cara
mengundurkan diri. Dan, kenegarawanan Andi sebagai pakar politik diuji. Meski
belum dijadikan tersangka, Andi semestinya bersikap kesatria.
Kini, semua orang
berpikir apa yang dilakukan Menteri Andi sebagai kader Demokrat dalam kasus
Hambalang diketahui dan direstui SBY. Dan ini sangat berbahaya, karena publik
mengira semua tindakan Andi dalam kasus Hambalang dilaporkan kepada SBY. Hal
demikian terjadi karena terlambatnya SBY dalam merespons banyak persoalan
sehingga terkesan lamban dan kurang tegas.
Karena itu,
mengganti seorang menteri jauh lebih baik. Ibarat memotong bagian tubuh yang
kanker justru menyembuhkan bagian yang lain. Pertama, begitu beratnya persoalan
kebangsaan yang harus dihadapi bersama, sehingga dibutuhkan seorang menteri
yang mau bekerja untuk rakyat. Yang utama dan pertama adalah para menteri baru
haruslah seorang pekerja keras. Bukan pejuang-pejuang partai, golongan, atau
suku.
Kedua, buktikan
kepada rakyat bahwa pemerintah masih bisa melakukan gerakan yang nyata untuk
mereka. Di tengah persoalan kemiskinan, ketidakpastian hukum, mahalnya harga
pangan, dan maraknya aksi-aksi kekerasan, buktikan bahwa pemerintah masih ada
dan dapat melakukan sesuatu. Solusinya, SBY harus bertindak tegas!
Sumber: Koran Tempo,
31 Oktober 2012
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!