peserta blockgrand PTK Ditjen PMTK Depdiknas Tahun 2007
Ketika Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya pertama kali diluncurkan, para guru menyambutnya dengan gembira dan penuh antusias. Karena dengan peraturan ini maka seorang guru dengan begitu mudahnya menikmati kenaikan pangkat bila telah memenuhi syarat perolehan angka kredit. Dengan demikian, seorang guru PNS yang profesional bisa mencapai pangkat setinggi-tingginya.
Sejak itu para guru yang bukan sarjana sekalipun ikut bermimpi bisa sampai ke golongan IV. Dan, mimpi itu pun tidak sekadar mimpi, namun menjadi kenyataan. Kini sudah begitu banyak guru berada di golongan tertinggi di kalangan PNS itu. Karena hanya dalam tempo dua tahun saja seorang guru sudah bisa mengusulkan dan mendapatkan kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi. Luar biasa! Bahkan Direktorat Profesi Pendidik Departemen Pendidikan Nasional (Februari 2007) mencatat, saat ini terdapat 334.184 orang guru yang sudah golongan IV/a.
Kondisi ini bahkan membuat iri PNS yang bukan berprofesi sebagai guru. Para guru dengan begitu mudahnya melenggang kangkung ke golongan IV yang bagi seorang PNS biasa (minus para pejabat struktural) rasanya sangat sulit dan bahkan mustahil untuk diraih. Karena itulah muncul sebutan pangkat jenderal bagi guru golongan IV.
Kendati diberi kemudahan oleh Kepmen Nomor 84 untuk mencapai pangkat setinggi-tingginya, namun kenyataan berbicara lain. Tatkala sudah sampai di golongan IV/a para guru malah kewalahan untuk bisa terus melaju. Pasalnya ada sejumlah ketentuan yang siap menghadang dan membuat para guru tak bisa berbuat banyak kecuali pasrah dan bertahan di golongan IV/a sambil menunggu masa dan usia pensiun menjemput. Bahkan golongan IV sudah menjadi sejenis momok yang menakutkan di kalangan para guru sendiri. Mereka mengeluh dan bahkan mengusulkan agar Permen tersebut sebaiknya ditinjau kembali dan bila perlu diganti atau "Sebaiknya setelah golongan IV/a para guru kembali menggunakan sistem kenaikan pangkat otomatis (KPO) yang dulu pernah berlaku". Begitu usul seorang guru asal Kabupaten Kupang dalam sebuah pertemuan dengan seorang pejabat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT beberapa waktu lalu.
Masih menurut data dari Direktorat Profesi Pendidik Departemen Pendidikan Nasional, dari tiga ratusan ribu orang guru golongan IV/a, ada yang sudah bertahun-tahun tidak dapat mengurus kenaikan pangkatnya. Ada yang sudah mencoba mengurusnya namun tidak memenuhi syarat dan harus dikembalikan. Namun setelah itu tak ada tidak lanjut oleh guru yang bersangkutan, misalnya memperbaiki bahan usulan tersebut dan dikirim kembali pada periode berikutnya.
Tuntutan pengembangan profesi
Menurut ketentuan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (kini Menteri Pendidikan Nasional) Nomor 025/O/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, seorang guru yang sudah golongan IV/a diwajibkan melakukan pengembangan profesi. Tidak kurang dari 12 kredit dari unsur pengembangan profesi yang harus dikumpulkan sebagai garansi untuk naik ke IV/b. Jadi guru tidak saja melaksanakan tugas pokoknya dalam proses pembelajaran dari merencanakan dan melaksanakan pembelajaran, membuat evaluasi dan analisis hasil pembelajaran hingga membuat program dan melaksanakan remidial dan pengayaan, namun harus lebih dari itu. Para pahlawan tanpa tanda jasa ini dituntut pula untuk melaksanakan kegiatan pengembangan profesinya. Di sinilah batu sandungan bagi para guru untuk terus melaju ke golongan yang lebih tinggi.
Ada sejumlah kegiatan yang dilakukan dalam pengembangan profesi, yakni membuat karya tulis ilmiah (KTI) di bidang pendidikan dari hasil penelitian ataupun gagasan sendiri. Karya ilmiah tersebut bisa ditulis dalam bentuk buku atau makalah. Bila dalam bentuk buku maka masih pula dibedakan antara yang diterbitkan dan yang tidak (hanya didokumentasikan di perpustakaan sekolah). Khusus tentang karya ilmiah hasil penelitian, seorang guru diwajibkan meneliti tentang inovasi pembelajaran yang berhubungan dengan bidang tugasnya atau yang popular dengan sebutan penelitian tindakan kelas (class action research).
Selain karya ilmiah hasil penelitian atau gagasan sendiri, ada juga karya ilmiah populer (masih tentang pendidikan dan kebudayaan) yang disebarkan melalui media massa, termasuk artikel seperti ini. Karya ilmiah lainnya berupa buku pelajaran/bahan ajar/modul, diktat pelajaran atau mengalihbahasakan bahan/materi tentang pendidikan. Masih ada kegiatan pengembangan profesi jenis lainnya seperti membuat alat peraga (dilengkapi dengan deskripsi tentang alat tersebut), menemukan teknologi tepat guna dan menciptakan karya seni.
Jenis-jenis kegiatan pengembangan profesi di atas khususnya KTI. Memang ekstensi para guru kita yang keseharian berbaur dengan masyarakat (baca: NTT) yang berciri khas sebagai masyarakat petutur dipastikan berefek pada pola hidup dan perilaku intelektual para guru. Tetapi sebagai masyarakat intelek, menulis sudah menjadi bagian dari tuntutan pengembangan profesi. Apa dan bagaimanapun melaksanakan KTI bagi seorang guru sebenarnya tidaklah sulit. Pada titik ini, sangat dibutuhkan keberanian untuk mau memulai dan mencoba, juga keuletan dan tidak berhenti belajar sehingga terciptalah budaya belajar (culture learning) di kalangan para guru (Pedoman Bimbingan Penulisan KTI On-Line Dijen Dikti Depdiknas, 2007: 2).
PTK, apa itu?
Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat (Rustam dkk., 2004: 1). Melalui PTK masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran dapat dikaji, ditingkatkan dan dituntaskan, sehingga proses pendidikan dan pembelajaran yang inovatif dan hasil belajar yang lebih baik, dapat diwujudkan secara sistematis.
Bidang kajian PTK mencakup beberapa hal seperti masalah belajar siswa di sekolah, disain dan strategi pembelajaran di kelas, alat bantu, media dan sumber belajar, sistem asesmen dan evaluasi proses dan hasil pembelajaran, pengembangan pribadi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan lainnya, serta masalah kurikulum secara umum. Lalu, bagaimana merencanakan dan melaksanakan PTK?
Merencanakan PTK dimulai dengan mengidentifikasi dan menetapkan masalah. Selama mengajar pasti guru menemukan berbagai masalah yang kemudian dianalisis dan dirumuskan. Tujuannya adalah agar guru paham betul akan hakikat masalah yang dihadapinya. Langkah berikutnya adalah merencanakan tindakan perbaikan. Di sini guru mencoba mencari cara untuk memperbaiki atau mengatasi masalah tersebut berdasarkan rumusan masalah di atas yang mencakup penyebab timbulnya masalah.
Tahap pelaksanaan berisi tindakan atau implementasi serangkaian kegiatan pembelajaran seperti yang telah direncanakan untuk mengatasi masalah. Biasanya terdiri dari sejumlah siklus yang diakhiri dengan tahapan refleksi oleh guru dan siswa untuk memperoleh gambaran tentang ketepatan strategi yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Semua hasil analisis pelaksanakan tindakan dan refleksi termasuk observasi dijadikan masukan apakah diperlukan tindakan di siklus berikutnya. Bila hasil yang dicapai sangat signifikan dan telah memenuhi kriteria keberhasilan/ketuntasan maka harus diputuskan untuk tidak dilanjutkan ke siklus selanjutnya.
Perhatian pemerintah
Keprihatinan yang dialami para guru telah membuka mata pemerintah baik pusat maupun daerah. Beberapa bentuk perhatian pemerintah adalah dengan memberikan sejenis pendidikan dan pelatihan bagi para guru dalam melaksanakan kegiatan pengembangan profesi terutama menulis KTI. Penulis mencatat, pada tahun 2006 Pemkab Ende, misalnya, telah mengadakan pelatihan penulisan karya ilmiah bagi sejumlah guru di wilayahnya. Adalah Dr. Simon Sabon Ola, dkk. dari FKIP Undana Kupang yang dipercayakan menjadi fasilitator dan narasumber dalam kegiatan tersebut.
Di Kota Kupang kegiatan yang sama juga dilaksanakan belum lama berselang dengan melibatkan tak kurang dari 100 orang guru SD golongan IV/a. Linus Lusi, S.Pd, selaku ketua panitia penyelenggara optimis bahwa ke depan sejumlah guru SD di Ibu kota Propinsi NTT ini sudah bisa mengusulkan kenaikan pangkat ke IV/b sebagai hasil dari diklat yang diselenggarakan di Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) NTT itu karena kegiatan tersebut lebih besar porsi praktisnya ketimbang teori (Pos Kupang, 30/11/2007, hlm. 10).
Di tingkat propinsi kegiatan serupa sudah pernah pula dilaksanakan dengan sebutan bimbingan teknis. Namun hasilnya belum tampak karena hingga kini belum ada guru di NTT yang berhasil lolos ke IV/b sebagai produk dari berbagai kegiatan diklat/bimtek tersebut. Para guru NTT peserta diklat/bimtek nampaknya masih terus larut dalam mimpi-mimpi indah menggapai IV/b.
Penulis mencatat, saat ini memang sudah ada guru bergolongan IV/b, tetapi itu diperoleh ketika masih menempati pos lama mereka di jajaran struktural sebelum dikembalikan ke habitatnya di sekolah. Yang patut diacungi jempol adalah Drs. Abdul Majid Lamahoda, dkk, para pengawas di Kabupaten Lembata yang sebagian besar sudah menikmati golongan keramat tersebut. Mereka juga mengusulkan kenaikan pangkat dengan sistem yang sama persis dengan guru yakni menggunakan angka kredit.
Selain diklat/bimtek penulisan KTI, Depdiknas melalui Direktorat Profesi Pendidik bekerja sama sama dengan sejumlah perguruan tinggi di berbagai daerah, pada tahun anggaran 2007 juga menyiapkan bantuan melalui block grant penelitian tindakan kelas (PTK) sebesar Rp 2,5 juta per guru untuk 1.000 orang guru. Di NTT tercatat 49 orang guru asal kabupaten dan Kota Kupang terlibat dalam kegiatan tersebut. Mereka dibimbing oleh para dosen dari Undana Kupang dikoordinir oleh seorang peneliti senior, Dr. Nabisi Lapono, M.Pd. Kegiatannya sudah hampir rampung karena seluruh peserta sudah menyelesaikan makalah yang diseminarkan setiap minggu di Lembaga Penelitian (Lemlit) Undana.
Block grant serupa juga diberikan kepada sedikitnya 10.000 orang guru yang tersebar di daerah-daerah yang pembimbingannya dilakukan oleh para dosen perguruan tinggi negeri maupun swasta melalui jaringan internet atau yang dikenal dengan bimbingan on-line penulisan karya tulis ilmiah (KTI). Dalam program ini masing-masing guru akan menerima dana sebesar Rp 1 juta melalui dinas pendidikan setempat.
Belajar dari pengalaman pemberian block grant oleh Depdiknas tahun 2007 maka sejumlah pemkab di NTT seperti TTS, TTU, dan Belu bahkan telah mengalokasikan dana bantuan serupa dalam APBD tahun 2008 untuk memudahkan para guru melaksanakan PTK dengan bimbingan langsung oleh para dosen. Sebuah apresiasi dan langkah positif sebagai wujud kepedulian pemda terhadap eksistensi dan peranan para guru bagi perkembangan dunia pendidikan ke depan.
Bila perjalanan dan langkah para guru kita sudah sampai di sini, maka tampak jelas bahwa mereka tidak lagi sekadar bermimpi untuk melenggang menuju golongan-golongan keramat itu. Mimpi mereka mulai menggeliat. Buktinya? Beberapa peserta block grant PTK tahun 2007 misalnya sudah menyiapkan berkas daftar usulan penetapan angka kredit (DUPAK) untuk dikirim ke Jakarta. Bravo para guru! Semoga sukses!
Sumber: Pos Kupang, 11 Januari 2008
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!