Headlines News :
Home » » Resensi: Menelusuri Batavia Tempo Doeloe

Resensi: Menelusuri Batavia Tempo Doeloe

Written By ansel-boto.blogspot.com on Wednesday, July 02, 2008 | 11:45 AM

Oleh Hermien Botoor, S.Pd
Guru honorer SMP Tri Ratna Jakarta

…………..Toko Merah merupakan salah satu bangunan tua bersejarah yang telah berusia hampir 300 tahun. Ia merupakan salah satu dari 216 monumen cagar budaya yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Dan Toko Merah merupakan satu-satunya bekas rumah tinggal elit dari zaman VOC, yang paling utuh dan paling terawat serta terus mempertahankan keasliannya hingga kini. Sebagai salah satu bangunan cagar budaya, bangunan Toko Merah perlu terus dijaga kelestariannya………….”

KUTIPAN di atas adalah sepenggal ucapan Gubernur DKI Jakarta periode 1966-1977 Ali Sadikin (almahrum) dalam pengantar buku Toko Merah, Saksi Kejayaan Batavia Lama di Tepian Muara Ciliwung karya Thomas B Ataladjar. Ia pernah malang melintang di Ibu Kota sebagai wartawan.

Bangunan Toko Merah yang terletak di kawasan Kota Batavia Lama, Jalan Kali Besar Barat Nomor 11, Jakarta, ini di mata Bang Ali -sapaan Ali Sadikin- merupakan salah satu bangunan tua bersejarah. Semua bangunan tua -termasuk Toko Merah, tentunya- yang termasuk cagar budaya, menurut Bang Ali, perlu terus dilindungi, dilestarikan, dan dipromosikan.

Bertolak dari itu, ada dua hal yang membuat Thomas menulis tentang Toko Merah. Pertama, sebagai karyawan PT Dharma Niaga yang bertahun-tahun berkantor di bangunan ini teramat sering ia melihat wisatawan asing, mahasiswa, dan wartawan yang mengunjungi gedung ini.

Namun, tak seorangpun karyawan kantor perusahaan itu yang dapat memberikan keterangan tentang bangunan itu kepada mereka. Kebanyakan bahkan tidak tahu kalau kantor tempatnya bekerja merupakan sebuah bangunan bersejarah.

Katanya bangunan bersejarah, tapi tak ada yang tahu di mana letak kesejarahannya. Apalagi kisah dan riwayat para penghuninya serta aspek arsitekturnya. Inilah yang merupakan awal pemacu inner-drive Thomas untuk mencoba mencari tahu riwayat kesejarahan gedung ini.

Kedua, setelah membaca buku Historical Sites for Jakarta karya Adolf Heuken SJ, penulis mulai menemukan sebuah titik terang, paling tidak sebagai pijakan awal untuk memulai pelacakan. Keterangan yang diberikan mengenai Toko Merah dalam buku karya seorang imam Katolik dari Serikat Jesuit yang banyak menulis tentang sejarah Jakarta itu pun sangat sedikit.

Penulis tergelitik. Bangunan tua berusia hampir tiga abad, kok penghuninya hanya sekitar tujuh orang dan riwayatnya cuma secuil (Versi Historical Sites for Jakarta-Red)? Sementara data tentang Toko Merah sangat sulit diperoleh.

Kalaupun ada, hanya diperoleh dari kepustakaan berbahasa Belanda yang juga menyinggung sekilas. Ternyata rasa frustasi itu kemudian berbalik menjadi pemicu melakukan pelacakan lebih lanjut sehingga Thomas menulis lebih banyak riwayat kesejarahan bangunan cagar budaya Tokoh Merah (hal. 2).

Membaca Jakarta dalam buku ini sepertinya melihat sejarah dengan lorong-lorong yang masih hidup. Kita juga tidak melihat sejarah sebatas bangunan bersejarah bernama Toko Merah. Justru sebaliknya. Kita diajak menelusuri Jakarta mulai dari Jakarta Lama hingga tujuh sekawan Toko Merah warisan VOC.

Toko Merah adalah sebuah buku menarik dengan sisi lain yang membawa pembaca -atau para penghuni Jakarta- ke beberapa abad lampau dengan suasana kolonial yang khas. Sebuah kisah yang mempertemukan kita dengan berbagai pelaku sejarah terkenal.

Di samping gambaran tentang pemilik gedung yang banyak berperan dalam panggung sejarah kolonial, terdapat tokoh-tokoh sejarah yang termasuk high society di Batavia kala itu.

Dari tangan anak kampung ini kita bisa melihat phanorama keindahan dan keunikan lain Jakarta tempo doeloe lebih detail. Membaca Toko Merah adalah seperti melihat “kampung besar” yang sama-sama kita cintai dan banggakan.
Sumber: Koran Jakarta, 21 Juni 2008
Judul        : Toko Merah, Saksi Kejayaan Batavia Lama di Tepian Muara Ciliwung -                             Riwayat dan Kisah Para Penghuninya
Pengarang    : Thomas B Ataladjar
Editor            : Anzis Kleden
Pengantar    : Prof Dr Adrian B Lapian
Penerbit       : Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta
Terbit            : 2003
Tebal             : 318 Halaman
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger