Headlines News :
Home » » Daya Rusak Tambang Terhadap Manusia

Daya Rusak Tambang Terhadap Manusia

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, August 04, 2008 | 11:21 AM

Daya rusak tambang terhadap kehidupan manusia, alam, dan lingkungan sangat besar. Keuntungan yang diperoleh pun tak sebanding dengan penderitaan yang bakal dialami masyarakat.

Penegasan tersebut dikemukakan mantan Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Ir Khalid Muhamad saat tampil dalam Seminar Nasional bertema Membongkar Mitos Kesejahteraan Rakyat Di Balik Usaha-Usaha Pertambangan di aula Rumah Sakit St Damian, Lewoleba, Lembata, NTT, 3 Mei lalu.

“Otak dan tubuh manusia bakal mengalami cacat. Alam dan lingkungan pun berpotensi rusak dan sulit untuk dipulihkan. Sengsara dan penderitaan pasti dialami manusia. Saat ini masih ada potensi lain di Lembata yang dapat dikembangkan untuk mensejahterahkan masyarakat. Usaha penambangan emas, tembaga, dan mineral lainnya tidak pernah membawa kesejahteraan. Justru yang sejahtera hanyalah pemilik perusahaan,” ujar Khalid.

Kehadiran investasi tambang selalu melahirkan dampak negatif yang sangat besar bagi lingkungan. Pada tahap penyelidikan umum, biasanya sudah melahirkan pro-kontra karena calon investor menebarkan janji surga bagi masyarakat bahkan pemerintah daerah. Misalnya, janji membangun jalan raya hotmix, listrik, dan janji-janji manis lainnya.

“Semua itu hanya janji yang tidak pernah terealisasi. Justru selalu memunculkan benih perpecahan di tengah masyarakat,” lanjut Khalid, bekas Direktur Eksekutif Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

Setelah tahapan penyelidikan umum, dilanjutkan dengan tahap eksplorasi. Pada tahap ini, pemerintah biasanya menunjukkan keberpihakannya kepada calon investor dengan dalil peningkatan pendapatan asli daerah.

Masyarakat yang berada di pihak yang lemah kerap dihantui kecemasan. Pasalnya, pemaksanaan kehendak, intimidasi, teror, dan ancaman terhadap masyarakat menjadi bagian tak terpisahkan dari usaha pertambangan.

Aktivis yang sudah 16 tahun bekerja di bidang advokasi pertambangan ini punya cerita. Ia mengungkapkan, banyak usaha pertambangan di Indonesia terbukti tak mensejahterakan penduduk lokal. Malah sebaliknya, menyengsarakan. Belum ada bukti pertambangan ramah lingkungan, tetapi merusak. “Belum ada bukti perusahan menepati janji-janji mensejahterahkan masyarakat. Saat ini merupakan waktu yang tepat bagi masyarakat menentukan sikapnya atas rencana investasi tambang yang digulirkan Pemerintah Kabupaten Lembata,” tegasnya.

Tak Membawa Manfaat

Ahli pertambangan nasional Dr. Hendro Sangkoyo menambahkan, pertambangan di Lembata tidak mungkin membawa kesejahteraan. Wilayah Lembata merupakan daerah pertanian dan perikanan. Karena itu, sebaiknya dua sektor ini diberdayakan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Cerita tentang tambang sama dengan teka-teki, cerita gemerlapan. Cerita tentang hasil tambang barangkali membuat silau hingga siapa saja bisa jadi buta. Saya percaya kecerdasaran rakyat Lembata tidak diragukan lagi,” kata Hendro Sangkoyo.

Hendro menyampaikan materi: Lembata Tanpa Emas: Bagaimana Melawan Kemiskinan, Kesakitan, dan Kelaparan Tanpa Merusak Ruang Hidup Rakyat.

Sayang, Bupati Lembata Andreas Duli Manuk yang menggelontorkan kebijakan rencana tambang tak tampak hadir. Melalui asisten II Ir Lukas Witak, Bupati Manuk mengatakan, Lembata kaya akan sumber daya alam berupa bahan galian A, B, dan C.

“Potensi dan sumber daya alam merupakan anugerah Tuhan, lera wulan tana ekan, kepada bumi Lembata sebagai salah satu modal dasar pembangunan kita. Karena itu, sesuai amanat UUD 1945 harus dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” kata Manuk.

Ia menjelaskan, dampak positif pertambangan yakni meningkatkan pendapatan asli daerah. Juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat terutama di lingkar tambang. Secara umum, pertambangan juga akan meningkatkan ekonomi masyarakat Lembata.

Seminar nasional tersebut diselenggarakan Jaringan Komunitas Adat dan Forum Kumunikasi Tambang Lembata (FKTL) bekerja sama dengan Justice, Peace, Integrity for Creation (JPIC) OFM Indonesia.

Selain Khalid dan Hendro, tampil juga pemangkut ulayat Abu Samah dan bekas kepala desa Lamadale Anastasia Gea yang selama ini menolak tegas rencana tambang. Bertindak sebagai moderator adalah aktivis sosial dan bekas Eksekutif Daerah Walhi NTT Melkhior Koli Baran. Kurang lebih 600 peserta dan utusan dari berbagai desa di Lembata hadir dalam seminar tersebut.

Pemkab Lembata menandatangi nota kesepahaman (MoU) dengan PT Merukh Lembata Coppers (MLC) untuk melakukan penambangan di Kecamatan Omesuri, Buyasuri, dan Lebatukan. MLC merupakan anak perusahaan di bawah bendera Merukh Enterprises Corp milik pengusaha nasional Jusuf Merukh.

Namun, rencana itu ditolak keras masyarakat Lembata dan elemen-elemen masyarakat lainnya di kota-kota seperti Kupang, Jakarta, Makassar, Timika, dan Yogyakarta. Pasalnya, pengalaman kehadiran perusahaan pertambangan di Lembata beberapa puluh tahun lalu justru tak membawa keuntungan.

Masyarakat malah ditelantarkan dan tetap dalam kubangan kemiskinan. Selain itu, mayoritas masyarakat hidup dari bertani dan nelayan sehingga sangat bijak jika dua sektor itu yang mesti dikembangkan guna mensejahterahkan masyarakat.

Penolakan itu terasa kian kuat dengan rencana yang sarat manipulasi. Misalnya, studi banding yang dilakukan sejumlah kelompok masyarakat yang dibiayai APBD Lembata ke eks PT Newmont Minahasa Raya (NMR) di Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra), Sulawesi Utara ternyata fiktif.

Pasalnya, tim tak sampai di Pantai Buyat atau eks NMR di Mesel. Bentuk manipulasi informasi ini yang menegaskan sikap masyarakat menolak rencana tambang. Bupati dinilai lebih membela investor ketimbang mendengar aspirasi masyarakat.

Selain itu, kehadiran tambang lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Banyak pengalaman yang dipetik masyarakat dari kehadiran perusahaan pertambangan di Lembata jauh sebelumnya.

Menurut Drs Bediona Philipus, MA dari panitia penyelenggara, seminar tersebut bertujuan menjernihkan persoalan pro-kontra antara masyarakat dan Pemkab Lembata terkait rencana petambangan.

“Kita harapkan agar momentum ini menghasilkan semacam solidaritas bersama rakyat Lembata. Bahwa penolakan ini semata mempertahankan eksistensi hidup mereka dari ancaman kebijakan tambang. Perjuangan ini wajar, bukan pemberontakan rakyat,” kata Bediona. 
Albert Blikololong/
Ansel Deri)
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger