Manajemen Transnusa Air Service menghentikan sementara penerbangan pesawat transnusa dari Bandara El Tari Kupang ke Bandara Wunopito Lewoleba, sejak Jumat (1/8/2008).
Penghentian itu karena gangguan tanaman pohon kelapa di ujung barat landasan pacu Bandar Udara (Bandara) Wunopito yang membahayakan keselamatan penerbangan.
General Sales Agen (GSA) Transnusa Lewoleba, Anton da Costa Rao, Manajer Operasional Tranusa, Yosef Lumban Gaol dan Manajer Customer Service, Capt. Momi Surjatmoko dihubungi terpisah, Jumat (1/8/2008).
Bupati Lembata, Drs.Andreas Duli Manuk, dihubungi pertelepon membenarkan penghentian pengoperasian pesawat transnusa itu. "Sudah diberitahu kepada saya pemberhentian penerbangan sejak kemarin. Saya akan bersurat lagi kepada manajemen transnusa agar mereka memberikan kesempatan kepada kami. Setelah saya kembali dari Sumba, saya akan surati mereka," kata Andreas yang berada di Waikabubak, Sumba Barat menghadiri misa tabhisan keponakannya.
Anton mengatakan, penerbangan Jumat (1/8/2008) merupakan penerbangan terakhir transnusa dari Kupang ke Lewoleba. Penghentian itu setelah perubahan jadwal penerbangan dari Sabtu mundur ke Jumat, dimaksudkan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah menegosiasikan lagi penebangan pohon kelapa di sekitar bandara. "Saya kurang tahu sampai kapan penghentian itu," kata Anton di kediamanya.
Yosef Lumban Gaol yang dihubungi dari Lewoleba ke Kupang, Jumat (1/8/2008), menyatakan, penghentian untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah melakukan negosiasi dengan pemilik tanaman kelapa supaya bisa ditebang. Ia tak memastikan sampai kapan penghentian penerbangan dilakukan.
Momi Surjatmoko menjelaskan, tanaman kelapa terlalu dekat dengan bandara harus ditebang , karena membahayakan penerbangan. Sejak membuka rute penerbangan ke wilayah ini, manajemen telah menyampaikan kepada pemerintah supaya menebang pohon kelapa di sekitar area bandara, tetapi belum dituntaskan.
Ia mengatakan, risiko pohon kelapa di sebelah barat bandara itu apabila terjadi angin kencang. Pilot mengalami kesulitan mendaratkan pesawat, karena hanya punya satu pilihan. "Kami tidak bisa mengontrol arah angin. Resikonya kalau sewaktu-waktu muncul angin kencang yang membahayakan penerbangan, sedangkan pilot tidak punya pilihan lain harus mendaratkan pesawat,"kata Momi.
Tentang alternatif memperpanjang landasan ke arah timur, menurut Momi, pilihan itu tak sepenuhnya menyelesikan masalah halangan tanaman kelapa. Sebab, jarak tanaman kelapa sangat dekat dengan lokasi bandara dan harus ditebang.
Momi menghimbau pemilik tanaman memahami kondisi ini dan merelakan kelapanya ditebang untuk kepentingan penerbangan. Penghentian penerbangan membawa resiko cukup besar terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat di Lembata.
Diberitakan sebelumnya, sekitar 640-an pohon kelapa milik warga di sekitar Bandara Wunopito harus ditebang, karena membahayakan penerbangan. Menurut surat manajemen Transnusa kepada Bupati Lembata, perihal pemotongan pohon kelapa dinyatakan daya angkut pesawat ATR 42-300 tidak maksimal dan dikurangi daya angkut sampai 24 seat dari 46 seat tersedia.
Menurut pemantauan safety team, pemotongan pohon kelapa di runway 02 harus dilakukan mengingat kondisi angin sering berubah-ubah dan pohon kelapa di sekitar bandara menganggu keselamatan penerbangan. Namun, tuntutan penebangan pohon kelapa itu nampak sulit dipenuhi pemerintah. Pemilik tanaman terbanyak, Drs Ismail Ola Bahi, minta ganti rugi Rp 150 miliar apabila tanaman kelapanya dibabat. (ius)
Sumber: Pos Kupang 4 Agustus 2008
bisa ngasih info berapa biaya transport dari Lembata ke Ende ? dan pakai kendaraaan apa ?
ReplyDeleteterima kasih,
Wah berarti tidak ada akses ke Lembata via udara ya??
ReplyDelete