Dicoretnya Edhie Baskoro Yudhoyono, putra bungsu Susilo Bambang Yudhoyono, dari daftar nomor urut satu calon anggota legislatif untuk Daerah Pemilihan Jawa Timur VII disambut gembira. Pujian dikemukakan banyak pihak atas langkah itu. Saat ini, Edhie berada di urutan ketiga, sebanding dengan jasanya ke Partai Demokrat yang dinilai Yudhoyono belum seberapa.
Keputusan Yudhoyono, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, menjadi sarana efektif pembentuk citra positif. Sejak Demokrat dilahirkan saat Yudhoyono menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, pencitraan disadari sebagai sarana efektif bagi Demokrat yang belum memiliki pemilih berbasis ideologi.
Dengan ideologi nasionalis-religius, Partai Demokrat ingin memperebutkan suara rakyat di jalur tengah yang padat dengan ”menjual kembali” Yudhoyono.
Berikut ini pokok-pokok wawancara dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo dan Wakil Ketua DPP Partai Demokrat Achmad Mubarok di Kantor DPP Partai Demokrat di Jakarta.
Bagaimana Demokrat meraih target 15 persen di tengah persaingan yang makin ketat?
Kami sadar harus bekerja keras menggerakkan mesin partai. Ada kegiatan yang cukup terencana untuk mencapai target itu. Ada serangan udara dan darat. Serangan udara dilakukan dengan iklan di media elektronik dan cetak agar rakyat jelas mengetahui siapa, bagaimana, dan komitmen Demokrat. Selanjutnya adalah serangan darat yang menentukan. Serangan udara kami hanya berharap 40 persen, sisanya serangan darat.
Apa bentuk serangan darat?
Kami lakukan konsolidasi sampai di anak ranting, tingkat kelurahan. Kami gerakkan semua caleg. Mereka tidak lepas dari partai meski berkampanye perorangan. Kami gunakan simpatisan Demokrat dan SBY.
Dengan target 15 persen, pencapresan SBY belum aman. Sudah memikirkan koalisi?
Belum. Saat ini masih terlalu dini. Kami masih konsentrasi penuh di pemilu legislatif. Setelah tahu berapa persen hasilnya, nanti ada partai lain silakan bekerja sama dan berkoalisi. Pertimbangan koalisi juga dipakai untuk mencari wakil presiden. Untuk sosok wakil presiden, Demokrat akan menjaring keinginan rakyat seperti apa.
Dengan ideologi nasionalis-religius, siapa yang dituju?
Hampir semua partai berideologi nasionalis-religius. Sebut, misalnya, Partai Golkar dan PDI-P. Namun, kami tetap ada bedanya. Kami tidak bisa menjelaskan secara detail, tetapi kami memang menjaga agar berada di tengah betul. Karena di jalur tengah ini ramai, kami memperbaiki marketing agar lebih bagus.
Terpikir berkoalisi dengan PDI-P atau Golkar dengan dasar kemiripan ideologi?
Rintisan sudah dilakukan, setidaknya di Senayan. Dengan PDI-P kami tidak ada persoalan karena kerap bekerja sama. Pilkada Gubernur Ambon kami berkoalisi dan menang. Kami juga dekat dengan petinggi PDI-P. Begitu juga dengan Golkar.
Mengenai peran besar SBY di Demokrat. Bagaimana membangun kemandirian partai?
SBY adalah founding father Demokrat. SBY dan Demokrat seperti keping mata uang. Satu sisi SBY, satu sisi Demokrat. Tidak bisa dipisahkan. Namun, kami sudah mulai belajar mandiri, tidak sedikit-sedikit lapor SBY. Kasihan. SBY sudah jadi bapaknya bangsa. Milik semua golongan, semua rakyat. Kami hanya menyampaikan hal yang sangat penting.
Hal penting apa yang masih dilaporkan ke SBY?
Saat Demokrat butuh arahan. SBY perlu menjaga agar perahu tetap dikendalikan sebaik-baiknya oleh nakhodanya. Hal lain soal rencana kenaikan harga BBM terakhir. Kami sarankan naik setelah Lebaran. Namun, SBY tetap bertahan karena kepentingan lebih besar, bukan sekadar mencari popularitas. Kami paham.
Di tengah persaingan 38 partai politik, bagaimana peluang Demokrat?
Partai baru tidak akan banyak dilirik. Pengalaman kami sudah berkali-kali menunjukkan. Pemilih tradisional masih kuat. Untuk mengikat pemilih tradisional, kelebihan Demokrat terletak pada SBY dan bendera yang menjadi magnet.
Pemilih tradisional Demokrat berapa besar?
Belum terlalu besar karena Demokrat partai baru yang masih ngambang ideologinya. Namun, ukuran suara kami jelas. Saat anggota 10 juta (2004), pemilih kami 7,5 juta. Sekarang anggota 20 juta, kami berani tergetkan dua kali lipat.
Soal pencalonan kembali SBY. Apa dasar keyakinannya untuk menang?
Demokrat percaya pada historical behavior (perilaku sejarah) rakyat. Rakyat sudah jenuh dengan perubahan yang cepat berubah-ubah. Di alam bawah sadar rakyat, kami percaya kesempatan kedua akan diberikan kepada SBY. Rakyat lelah melihat perubahan yang tidak pasti.
Siapa pesaing SBY yang dilihat Demokrat?
Saya kira masih mengerucut ke SBY dan Mega (Megawati Soekarnoputri) untuk Pilpres 2009.
Kalau mengerucut ke dua, Demokrat yakin SBY menang?
SBY bilang jangan terlalu percaya diri. Kata guru SBY, jangan merasa terlalu besar. Kalau merasa besar, Tuhan akan membalik. Itu sebabnya, dalam kampanye, SBY mengatakan, ”Saya manusia. Hanya dengan bersama kita bisa”. Itu yang kami pakai dalam Pilpres 2004.
Menghadapi pemilih yang kerap tidak rasional?
Kami terus membangun citra yang baik.
Upaya itu berhasil?
SBY selalu ditolong oleh hal-hal di luar hitungan. SBY tidak suka dengan rekayasa.
Besan SBY (Aulia Pohan) menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Bagaimana kasus ini untuk citra SBY?
Saya kira positif. Itu perbuatan Aulia sebelum menjadi besan. SBY itu konsisten. Siapa pun dipersilakan diproses dan tak akan dicampuri. Konsistensi itu dijaga sampai saat ini. Itu pencitraan yang baik. Rakyat mudah terpengaruh pada perubahan mendadak, kemudian bosan, dan kembali ingin harmoni. (WISNU NUGROHO)
Keputusan Yudhoyono, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, menjadi sarana efektif pembentuk citra positif. Sejak Demokrat dilahirkan saat Yudhoyono menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, pencitraan disadari sebagai sarana efektif bagi Demokrat yang belum memiliki pemilih berbasis ideologi.
Dengan ideologi nasionalis-religius, Partai Demokrat ingin memperebutkan suara rakyat di jalur tengah yang padat dengan ”menjual kembali” Yudhoyono.
Berikut ini pokok-pokok wawancara dengan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo dan Wakil Ketua DPP Partai Demokrat Achmad Mubarok di Kantor DPP Partai Demokrat di Jakarta.
Bagaimana Demokrat meraih target 15 persen di tengah persaingan yang makin ketat?
Kami sadar harus bekerja keras menggerakkan mesin partai. Ada kegiatan yang cukup terencana untuk mencapai target itu. Ada serangan udara dan darat. Serangan udara dilakukan dengan iklan di media elektronik dan cetak agar rakyat jelas mengetahui siapa, bagaimana, dan komitmen Demokrat. Selanjutnya adalah serangan darat yang menentukan. Serangan udara kami hanya berharap 40 persen, sisanya serangan darat.
Apa bentuk serangan darat?
Kami lakukan konsolidasi sampai di anak ranting, tingkat kelurahan. Kami gerakkan semua caleg. Mereka tidak lepas dari partai meski berkampanye perorangan. Kami gunakan simpatisan Demokrat dan SBY.
Dengan target 15 persen, pencapresan SBY belum aman. Sudah memikirkan koalisi?
Belum. Saat ini masih terlalu dini. Kami masih konsentrasi penuh di pemilu legislatif. Setelah tahu berapa persen hasilnya, nanti ada partai lain silakan bekerja sama dan berkoalisi. Pertimbangan koalisi juga dipakai untuk mencari wakil presiden. Untuk sosok wakil presiden, Demokrat akan menjaring keinginan rakyat seperti apa.
Dengan ideologi nasionalis-religius, siapa yang dituju?
Hampir semua partai berideologi nasionalis-religius. Sebut, misalnya, Partai Golkar dan PDI-P. Namun, kami tetap ada bedanya. Kami tidak bisa menjelaskan secara detail, tetapi kami memang menjaga agar berada di tengah betul. Karena di jalur tengah ini ramai, kami memperbaiki marketing agar lebih bagus.
Terpikir berkoalisi dengan PDI-P atau Golkar dengan dasar kemiripan ideologi?
Rintisan sudah dilakukan, setidaknya di Senayan. Dengan PDI-P kami tidak ada persoalan karena kerap bekerja sama. Pilkada Gubernur Ambon kami berkoalisi dan menang. Kami juga dekat dengan petinggi PDI-P. Begitu juga dengan Golkar.
Mengenai peran besar SBY di Demokrat. Bagaimana membangun kemandirian partai?
SBY adalah founding father Demokrat. SBY dan Demokrat seperti keping mata uang. Satu sisi SBY, satu sisi Demokrat. Tidak bisa dipisahkan. Namun, kami sudah mulai belajar mandiri, tidak sedikit-sedikit lapor SBY. Kasihan. SBY sudah jadi bapaknya bangsa. Milik semua golongan, semua rakyat. Kami hanya menyampaikan hal yang sangat penting.
Hal penting apa yang masih dilaporkan ke SBY?
Saat Demokrat butuh arahan. SBY perlu menjaga agar perahu tetap dikendalikan sebaik-baiknya oleh nakhodanya. Hal lain soal rencana kenaikan harga BBM terakhir. Kami sarankan naik setelah Lebaran. Namun, SBY tetap bertahan karena kepentingan lebih besar, bukan sekadar mencari popularitas. Kami paham.
Di tengah persaingan 38 partai politik, bagaimana peluang Demokrat?
Partai baru tidak akan banyak dilirik. Pengalaman kami sudah berkali-kali menunjukkan. Pemilih tradisional masih kuat. Untuk mengikat pemilih tradisional, kelebihan Demokrat terletak pada SBY dan bendera yang menjadi magnet.
Pemilih tradisional Demokrat berapa besar?
Belum terlalu besar karena Demokrat partai baru yang masih ngambang ideologinya. Namun, ukuran suara kami jelas. Saat anggota 10 juta (2004), pemilih kami 7,5 juta. Sekarang anggota 20 juta, kami berani tergetkan dua kali lipat.
Soal pencalonan kembali SBY. Apa dasar keyakinannya untuk menang?
Demokrat percaya pada historical behavior (perilaku sejarah) rakyat. Rakyat sudah jenuh dengan perubahan yang cepat berubah-ubah. Di alam bawah sadar rakyat, kami percaya kesempatan kedua akan diberikan kepada SBY. Rakyat lelah melihat perubahan yang tidak pasti.
Siapa pesaing SBY yang dilihat Demokrat?
Saya kira masih mengerucut ke SBY dan Mega (Megawati Soekarnoputri) untuk Pilpres 2009.
Kalau mengerucut ke dua, Demokrat yakin SBY menang?
SBY bilang jangan terlalu percaya diri. Kata guru SBY, jangan merasa terlalu besar. Kalau merasa besar, Tuhan akan membalik. Itu sebabnya, dalam kampanye, SBY mengatakan, ”Saya manusia. Hanya dengan bersama kita bisa”. Itu yang kami pakai dalam Pilpres 2004.
Menghadapi pemilih yang kerap tidak rasional?
Kami terus membangun citra yang baik.
Upaya itu berhasil?
SBY selalu ditolong oleh hal-hal di luar hitungan. SBY tidak suka dengan rekayasa.
Besan SBY (Aulia Pohan) menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Bagaimana kasus ini untuk citra SBY?
Saya kira positif. Itu perbuatan Aulia sebelum menjadi besan. SBY itu konsisten. Siapa pun dipersilakan diproses dan tak akan dicampuri. Konsistensi itu dijaga sampai saat ini. Itu pencitraan yang baik. Rakyat mudah terpengaruh pada perubahan mendadak, kemudian bosan, dan kembali ingin harmoni. (WISNU NUGROHO)
Sumber: Kompas, 1 November 2008
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!