Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Salah satu tunjangan yang diterima yakni tunjangan komunikasi. Tunjangan ini sudah dibayar dan diterima sebagian wakil rakyat itu secara rapel.
Seiring protes masyarakat yang terjadi di hamper sebagian daerah, pemerintah akhirnya merevisi PP tersebut. Namun, persoalan tentu tak semudah itu karena sebagian wakil rakyat di daerah sudah menerima tunjangan komunikasi yang dibayar secara rapel.
“Tindakan pemerintah merevisi PP itu justru menimbulkan beban psikologis bagi kita. Keputusan ini juga bisaa berimbas langsung pada kinerja kita sebagian wakil rakyat,” kata Hyasinthus Tibang Burin (52), Ketua Fraksi PDI-P DPRD Kabupaten Lembata, NTT.
Sinthus Burin, begitu sapaan akrabnya, akhirnya mengembalikan rapelan sesuai arahan induk partainya. Namun, wakil rakyat yang sudah 25 tahun mengabdikan diri sebagai guru ini meminta agar PP tersebut tak perlu dibatalkan namun hanya direvisi seperlunya.
Jika dibatalkan maka akan membiarkan DPRD bekerja dalam kondisi gaji yang kecil. Ia meminta agar kenaikan tetap ada namun disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah masing-masing.
Ia menceritakan, di daerahnya wakil rakyat dipikir bergaji besar. Tak ayal, setiap melakukan kunjungan kerja di daerah, banyak warga yang datang menyampaikan berbagai kesulitannya.
Seperti anak sekolah yang belum melunasi SPP, keluarga sakit, musibah lain-lain seperti bencana alam, dan wabah penyakit yang kerap melanda Lembata.
“Masa kita sampai hati tak membantu mereka? Kita terpaksa menanggalkan prosedur formal kita kemudian menghadapi mereka sebagai sesamaa yang membutuhkan pertolongan kita,” kata Sinthus Burin, lulusan Fakultas Keguruan (FK) Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang ini.
Tak sampai di situ. Lembata yang masih jauh dari jamahan pembangunan baik fisik maupun mental masih membutuhkan bantuan dana dari Pemerintah Pusat untuk mengejar ketertinggalannya.
Karena itu, anggota DPRD menjadi salah satu sumber kekuatan masyarakat. Masyarakat yang sedang membangun Masjid atau Gereja juga datang ke kita untuk meminta bantuan karena kemampuan masyarakat terbatas.
"Nah, kita juga menyisihkan sedikit gaji yang kita terima untuk membantu. Kita benar-benar memberi dari kekurangan,” lanjut Ketua Seksi Usaha Dana Lingkungan St Stefanus, Paroki St Arnoldus Yansen Waikomo, Dekanat Lembata, Keuskupan Larantuka ini.
Begitu pula masyarakat yang berobat di rumah sakit namun tak mampu membayar biayanya. Nah, DPRD Lembata juga secara moral tak tinggal diam dan ikut membantu.
Jika ada masyarakat dari daerah pemilihan yang meninggal, sebagai anggota Dewan juga secara moral mereka sudah memikirkan untuk menyiapkan peti mayat dan ongkos pulang ke kampung halamannya.
“Ini bukan basa basi tapi kenyataan. Nah, kami minta pemerintah mempertimbangkan untuk kami sebagai Dewan di daerah agar perlu ada kenaikan dengan menyesuaikan kemampuan daerah,” kata Sinthus Burin, putera Stanis Deri Burin, guru di SDK Puor, kampung yang telah melahirkan sejumlah wartawan Lembata.
Sang istri, Yuliana Lamak, yang kini pegawai rendahan di Puskesmas Lewoleba pun berharap ada sedikit kenaikan gaji suaminya. Toh, bagi suami-istri yang dikarunia tiga anak ini, hidup serba kekuarangan selama puluhan tahun sebagai guru dan bidan tak menyurutkan semangat mereka mengabdi bagi orang kecil. (Ansel Deri)
Ket foto: Hyasinthus Tibang Burin
Dok foto: Ansel Deri
Dok foto: Ansel Deri
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!