Kasus pembunuhan Katharina Kidi (50) di Desa Todanara, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata pada Rabu (3/3/2010) silam, memendam cerita yang sungguh tragis.
Korban dipukul di kepala sehingga terjatuh, lalu pelaku membalikkan tubuh korban dan mengiris-iris pahanya. Korban akhirnya meninggal dunia karena kehabisan darah.
Hal itu terungkap dalam sidang kasus pembunuhan Katharina Kidi, di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Lembata, Rabu (25/8/2010) siang. Sidang itu menghadirkan saksi mata, Kristina Kewa.
Kewa menuturkan pada saat itu, hari masih pagi. Sekitar pukul 09.00 atau 10.00 Wita. Saat itu ia berada di kebun yang berjarak sekitar 100 meter dari kebun korban, Katharina Kidi (50).
Ketika sedang bekerja, tiba-tiba ia mendengarkan ada suara yang memanggil dirinya. Setelah ia mendekat baru diketahui bahwa yang memanggilnya adalah Theodorus Ola, yang saat itu sudah berada di kebun Katharina Kidi yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP).
Tatkala ditanya untuk apa dirinya dipanggil, Kewa mengaku tidak tahu. Ia menghampiri Ola hanya karena dipanggil untuk turut berada di TKP.
Saat itu, kenang Kewa, ia berdiri pada jarak sekitar 10 meter dari korban yang adalah mertuanya sendiri. Ia melihat dengan jelas Ola mendatangi korban dari belakang dan langsung memukul tengkuknya sebanyak satu kali, yang menyebabkan korban terjatuh dan pingsan.
Mungkin tidak puas dengan hanya memukul korban, Ola kemudian membalikkan tubuh korban dengan muka menghadap ke tanah, dan langsung mengiris-iris paha korban dengan parang yang sudah dipegang. Irisan parang itu sekitar tiga sampai empat kali.
Akibatnya darah mengucur dari luka tersebut. Darah yang mengalir tak heti-henti itu diduga menjadi sebab korban meninggal dunia karena kehabisan darah.
Namun Kewa yang juga adalah anak mantu korban, tidak dapat berbuat banyak. Soalnya ia diancam oleh Dominikus Demon (41), yang berada di lokasi bersama Simon Sili Gere.
Saat kejadian, Simon Sili Gere berdiri pada jarak sekitar lima meter dari korban. Saat itu Simon peran menjaga keamanan lokasi kejadian.
"Dominikus Demon dan Simon Sili Gere, masing-masing berdiri sekitar lima meter dari korban. Mereka tidak hanya melihat ke arah Theodorus Ola yang sedang melakukan tugas membunuh korban, tetapi juga melihat keliling untuk memastikan tidak ada orang lain yang melintas di jalan tersebut," jelas Kewa.
Berulang kali, Kewa ditanya, mengapa dirinya tidak langsung melaporkan kejadian ini kepada suaminya, ia mengatakan takut dengan ancaman Dominikus Demon bahwa kalau dirinya membuka rahasia itu kepada orang lain, maka nasibnya akan sama dengan yang dialami mertuanya.
"Saya tidak cerita siapa-siapa, termasuk suami saya. Karena saya takut dengan ancaman Demon. Dia (Demon) bilang, kalau kamu macam-macam, kamu juga akan sama dengan mama mantu kamu," jelas Kewa, menirukan ancaman Demon.
Terhadap kesaksian Kewa, terdakwa Simon Sili Gere, membantah. Dia mengatakan dirinya tidak berada di TKP dan berperan sebagai pengawas untuk memastikan proses pembunuhan ini berjalan sesuai rencana.
Namun Kewa juga yang sudah disumpah tetap pada pendiriannya. "Saya melihat dengan jelas Simon Sili Gere berada di TKP," tandas Kewa.
Bantah Keterangan Kewa
Sementara itu, Dominikus Demon (41) yang juga dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang kasus ini, membantah semua keterangan Kewa bahwa ia juga berada di TKP dan mengambil peran yang sama dengan yang dilakukan terdakwa Simon Sili Gere.
Demon mengatakan, pada hari itu ia bersama istrinya ke kebun dan tidak mengetahui apa yang terjadi di kebun korban. Soalnya kebunnya berbeda arah dengan kebun korban. Pada hari Rabu (3/3/2010) itu, ia bersama kelompok tani membersihkan kebunnya.
"Pada hari itu, saya jalan dengan istri sekitar jam 08.00 WITA, ke kebun dan baru kembali pada sore hari, sekitar pukul 03.00 (15.00) WITA. Waktu itu saya bawa air untuk beri minum sapi. Saya bawa tiga jerigen kecil, sedangkan istri saya junjung satu ember matex. Jadi saya tidak tahu apa yang terjadi di TKP," jelas Demon.
Demon juga mengaku baru tahu pada sore hari, mengenai hilangnya korban, melalui keponakan yang datang ke rumah, kemudian membakar lampu untuk ikut mencari korban.
"Waktu itu saya juga tidak ikut, karena dalam beberapa hari terakhir sebelum peristiwa pembunuhan itu, saya rasa ada diikuti oleh orang lain. Makanya saya takut akan dibunuh. Waktu itu saya takut keluar rumah mencari korban," tutur Demon.
Untuk itu, dia mengatakan dirinya mencabut sebagian isi dari berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat oleh penyidik Polres Lembata. Itu dilakukan karena pada saat pemeriksaan, ia disiksa dan dipaksa untuk mengaku bahwa benar ia ada di TKP saat kejadian.
Sidang ini dipimpin ketua majelis hakim, Gustav Bless Kupa, S.H, didampingi Galih Bawono, S.H, M.Hum, dan Sry Haryanto, S.H, dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU), Arif M Kanahau, S.H, dan Jermias Penna, S.H.
Sedangkan terdakwa Simon Sili Gere, didampingi penasehat hukumnya, As Do Making, S.H. Usai pemeriksan saksi, langsung dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa, Simon Sili Gere.
Sumber: Pos Kupang, 26 Agustus 2010
Ket foto ilustrasi:google.co.id
Ket foto ilustrasi:google.co.id
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!