Headlines News :
Home » » Resensi: Membuka Tabir Kemiskinan

Resensi: Membuka Tabir Kemiskinan

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, October 04, 2010 | 10:11 AM

Oleh Hermien Rosalia Nogo Botoor S.Pd
Peresensi, guru SMP Tri Ratna Jakarta

Papua kaya sumber daya alam, tetapi menyajikan fakta kemiskinan. Penduduk miskinnya mencapai 80 persen. Angka ini tidak berubah karena sejak diberlakukannya UU Otsus sejak akhir 2001-Maret 2005, sejumlah daerah belum memberi kontribusi bagi pemberantasan sejumlah kategori kemiskinan.

Fakta itu mencontohkan bahwa kemiskinan kerap (dan masih) melilit bangsa ini dan menjadi pergumulan para pemimpin sejak Orde Baru sampai Orde Reformasi, bahkan hingga saat ini.

BPS mencatat jumlah kemiskinan di Indonesia pada Maret 2009 mencapai 32,53 juta atau 14,15 persen. Kemiskinan tidak hanya terjadi di perdesaan, tapi juga di kota-kota besar seperti Jakarta.

Kemiskinan juga tidak semata-mata persoalan ekonomi, tetapi juga soal kultur. Berbagai kebijakan telah digelontorkan, tetapi kemiskinan terus mendera. Problem kemiskinan tak hanya menuntut perhatian pemerintah, tetapi juga semua pemangku kepentingan.

Termasuk peneliti yang peduli dalam bidang itu untuk membuat kajian sebagai sumbangsih bagi penentu kebijakan. Hajatan politik bisa digelar di Tempat Pembuangan Sampah yang dipahami sebagai salah satu simbol kemiskinan.

Ada juga calon pemimpin menjadikan isu ini tema kampanye meraih simpati sekalipun rakyat tetap berada dalam kubangan kemiskinan setelah kursi kekuasaan diraih. Pada titik ini, kemiskinan mendapat tempat.

Banyak pemikiran dan strategi dicurahkan guna memerangi kemiskinan. Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono, saat kampanye pilpres tahun 2009 lalu, juga memasukkan kemiskinan sebagai agenda penting.

Dalam Membangun Indonesia, keduanya mengemukakan bahwa penanggulan kemiskinan dilakukan melalui beberapa hal. Pertama, meneruskan, meningkatkan, dan menyempurnakan pelaksanaan PNPM Mandiri.

Kedua, melanjutkan program pengarusutamaan semua program di setiap kementerian dan lembaga. Ketiga, menyiagakan program BLT untuk digunakan setiap waktu. Keempat, menyediakan beras murah bagi keluarga miskin guna menjamin ketahanan pangan.

Kelima, mengembangkan program berlapis seperti Jamkesmas, BOS, PKH, BLT, PNPM, dan Raskin. Keenam, pemihakan pada usaha kecil, menengah, dan koperasi (2009). Hingga kini, upaya itu terus dilakukan, tetapi kemiskinan seolah-olah belum beranjak. Kemiskinan masih menyapa rakyat.

Dalam bukunya, Memerangi Kemiskinan dari Orde Baru Sampai Reformasi, Ujianto Singgih Prayitno mencoba membahas kemiskinan dan bagaimana pemerintah, rakyat, dan pemangku kepentingan lainnya melihat soal itu.

Hemat saya, buku ini penting bagi semua pihak dalam mempelajari, memahami, dan melihat kemiskinan sebagai masalah kolektif kemudian mencari alternatif solusi pemecahan. Bahkan kalau perlu menabuh genderang perang melawan kemiskinan.
Sumber: Koran Jakarta, 2 Oktober 2010

Judul : Memerangi Kemiskinan Dari Orde Baru sampai Reformasi
Penulis : Ujianto Singgih Prayitno
Penyunting : Mohamad Tedja
Penerbit : Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Setjen DPR RI
Tahun : I, Juli 2010
Tebal : 210 halaman
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger