Ketua DPR RI
Tulisan Indra J Piliang dengan judul ”Mentawai dan Marzuki Alie” (Kompas, 1/11) merupakan kelanjutan polemik soal bencana Mentawai yang bermula dari pernyataan saya sebelumnya (27/10).
Tak salah apa yang ditulis Piliang kalau saja kutipan pernyataan yang termuat di berbagai media massa, yang menjadi acuan Piliang, mencerminkan dengan sesungguhnya apa yang ada di hati dan pikiran saya selaku Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Perlu klarifikasi, tidak saja menyangkut kepentingan nama baik sebagai ketua parlemen, tetapi juga menyangkut persepsi masyarakat. Bahwa maksud saya bukan memindahkan begitu saja masyarakat Mentawai dari habitat ekonomi, sosial, dan kulturalnya ke suatu ruang baru yang kosong dan asing.
Konteks pernyataan saya adalah bahaya bencana tsunami yang bisa datang kapan pun dan topografi Mentawai yang rawan terhadap gempa dan tsunami sehingga sulit terhindarkan dari bencana sekalipun mekanisme peringatan dini berjalan efektif.
Motivasi dari pernyataan ini adalah keinginan tulus untuk menyelamatkan manusia Mentawai sebagai manusia dan sebagai warga negara yang tentu harus dilindungi oleh negara. Kepedulian yang humanis adalah dasar ketika saya mengeluarkan pernyataan yang dinilai tidak bijaksana oleh sebagian kalangan, yang bahkan terus dipolitisasi oleh sebagian pelaku politik.
Tak ada sama sekali niat melecehkan Mentawai dan seluruh manusia dan atribut budayanya yang luar biasa dan menjadi kebanggaan Indonesia yang satu dan sama.
Maka, intensi atau tujuan pernyataan saya sebenarnya hendak mengajak kita semua, seluruh rakyat Indonesia, untuk bersama-sama memikirkan Mentawai dan semua daerah yang rawan bencana di seluruh Tanah Air. Mentawai adalah Indonesia, kita semua harus memikirkannya. Evakuasi dan lain sebagainya tak cukup menghentikan laju jumlah kematian akibat bencana alam.
Saya maklumi betul, berita yang pendek di media massa tak cukup menampung motivasi, argumentasi, dan orientasi yang luas dan dalam. Dalam situasi inilah saya dicerca, dihujat, dan disudutkan oleh kawan-kawan politisi yang tak menangkap lebih jauh dan lebih dalam apa yang saya maksud.
Menuduh dan menghakimi
Tulisan Indra J Piliang pun memperlihatkan kesan menuduh dan menghakimi. Seolah-olah Marzuki Alie tak memiliki hati dan tak memahami ikatan manusia dan habitatnya dengan segala kekhasan yang tak bisa digantikan begitu saja. Kalau saja manusia bisa berpikir bebas dari segala latar belakang politiknya, tentu tulisan Piliang tak begitu berbau tuduhan atau penghakiman.
”Marzuki Alie sepertinya tak paham dengan apa yang dikatakannya. Mentawai bukan seperti Pulau Onrust di Kepulauan Seribu yang mungkin akan tenggelam akibat abrasi air laut. Mentawai berbukit-bukit tinggi. Di daerah yang terkena bencana tsunami, sebagian penduduk masih sempat naik ke bukit atau tersadar setelah sapuan pertama dan lari ke bukit. Tsunami tidak terjadi saban hari sekalipun gempa bumi bisa muncul setiap pekan belakangan ini. Jadi, terlalu berlebihan solusi atas masalah Mentawai meminta pindah penduduknya ke daratan atau Pulau Sumatera”. Demikian Piliang.
Lalu di bagian akhir tulisan, ada kalimat bernuansa politis, yakni ”Bagaimana kalau pernyataan Marzuki dibalik saja: Kalau takut gedung DPR miring dan roboh, jangan coba-coba jadi politisi di Senayan”.
Pernyataan ini senapas dengan suara sejumlah politisi yang menuntut Ketua DPR diganti. Saya tak mempermasalahkan pergantian karena menjadi politisi bukanlah bekerja untuk hidup sendiri. Menjadi politisi bagi Marzuki Alie adalah mengabdi pada kepentingan umum.
Niat baik saya tak dimengerti karena tak tertampung dalam pernyataan yang pendek dan dalam waktu yang singkat.
Pemahaman yang berbeda atau tafsir yang tak sama merupakan dinamika yang biasa dalam berdemokrasi. Tetapi, janganlah perbedaan tafsir dimainkan secara politis untuk tujuan tersembunyi yang tak bijaksana.
Jadi, tak salahlah jika kita coba balik apa yang ditulis Indra J Piliang, bukan lagi ”Marzuki Alie sepertinya tak paham dengan apa yang dikatakannya”, tetapi ”banyak pihak sepertinya tak paham dengan apa yang ada di hati dan pikiran Marzuki Alie.”
Sumber: Kompas, 4 November 2010
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!