Headlines News :
Home » » Resensi : Ironi di Negeri Harapan

Resensi : Ironi di Negeri Harapan

Written By ansel-boto.blogspot.com on Wednesday, May 27, 2015 | 9:24 AM

BERBICARA tentang harapan akan masa depan sebuah bangsa–suka atau tidak–adalah berbicara tentang kepemimpinan.

Entah Anda memercayai kepemimpinan sebagai tindakan sederhana tanpa perlu analisis ataukah sebagai kombinasi kompleks dari berbagai kemampuan yang dapat dipelajari sepanjang umur, kemampuan untuk memberikan harapan pada masyarakat pengikutnya merupakan prasyarat penting bagi seorang pemimpin.

Tak seharum cendana

Ini dinyatakan oleh Napoleon Bonaparte, pemimpin besar dalam sejarah yang melekatkan ”harapan” pada kualitas seorang pemimpin. Ia menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk memimpin adalah dengan menunjukkan masa depan pada masyarakat yang dipimpinnya. Sebab, pemimpin adalah pembawa harapan. A leader is a dealer in hope.

Apa yang diajarkan Napoleon Bonaparte kiranya relevan dengan problem yang dihadapi masyarakat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), yang terus mengharapkan uluran tangan Tuhan karena para pemimpinnya tak punya kehendak kuat untuk membawa mereka keluar dari nasib yang tak menentu. Sebagai provinsi, NTT dikenal dengan sebutan ”Nusa Cendana” karena keharuman cendana yang menjadi ikonnya. Sayangnya, nasib rakyat dan kinerja pemerintahannya tak seharum cendananya.

Dengan menjual harapan, para penguasa NTT memang berhasil memenangi suara rakyat dalam demokrasi prosedural. Namun, mereka tak berhasil mengubah harapan itu menjadi kenyataan. Mereka memang memenangi suara rakyat, tetapi mereka tak berhasil membuat rakyat menang melawan kebodohan, kemiskinan, penyakit, dan segala bentuk keterbelakangan yang diderita rakyat. Bahkan, yang terjadi, dari masa ke masa bukanlah perubahan yang dialami rakyat di Nusa Cendana ini, melainkan ironi. Pembangunan gencar dijalankan, dana bantuan terus ditingkatkan, tetapi rakyat tetap tertinggal dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Ironi ini berakar salah satunya pada kepemimpinan yang tidak mampu menunjukkan masa depan bagi masyarakat pengikutnya. Masalah inilah yang menjadi bahasan buku Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Timur dari Perspektif Sosial: Permasalahan dan Kebijakan, yang ditulis lima penulis dengan Ganewati Wuryandari sebagai editor.

Pada bagian pengantar didaraskan litani tentang potret buram NTT sebagai daerah tertinggal. Sebagian besar wilayahnya kering dan tandus serta sulit dijangkau akibat buruknya kondisi jalan, transportasi, dan jaringan komunikasi. Sementara mayoritas (70,02 persen) warganya berpendidikan SD ke bawah. Angka kematian ibu bersalin (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) tinggi, yakni 554 per 100.000 kelahiran bayi hidup dan angka kematian bayi 62 per 1.000 kelahiran hidup. Angka prevalensi kasus gizi buruk pada anak balita kian meningkat. Meskipun angka kemiskinan dari tahun ke tahun menurun, NTT masih berada pada urutan kelima provinsi termiskin di Indonesia.

Meski miskin dan tertinggal, ironisnya NTT tercatat sebagai provinsi terkorup ke-6 di Indonesia. Dana bantuan penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesehatan masyarakat sebesar Rp 4,5 triliun-Rp 5 triliun setiap tahunnya tidak mengubah kondisi kemiskinan. Sebagian besar dana (hingga 90 persen) diselewengkan.

Kondisi keterbelakangan

Buku yang terdiri atas sembilan bab ini membantu pembaca dalam memahami mengapa NTT tetap terbelakang di saat daerah lain yang memiliki kondisi serupa bisa keluar dari ketertinggalan. Masalah dan solusi yang ditawarkan dikaji dari berbagai perspektif.

Dari perspektif politik, NTT menghadapi tantangan serius terkait efektivitas dan efisiensi birokrasi akibat penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki aparatur negara. Praktik korupsi kian fenomenal meskipun jumlah lembaga pengawasan di NTT meningkat.

Dari perspektif kependudukan, NTT belum menempatkan problem kependudukan sebagai perkara penting. Ironis bahwa tingginya angka fertilitas dan mortalitas, peningkatan migrasi tenaga kerja ke luar negeri, rendahnya tingkat partisipasi sekolah untuk pendidikan dasar sembilan tahun, yang sangat serius berdampak pada kualitas sumber daya manusia belum menjadi isu dalam pengembangan wilayah NTT.

Dari sisi ekonomi tampak adanya ketidakkonsistenan antara kebijakan penganggaran dan perencanaan pembangunan. Belanja daerah tumbuh 9,97 persen setiap tahun, tetapi struktur belanja daerah sangat berorientasi pada kepentingan birokrasi. Meskipun besaran belanja daerah terus meningkat, proporsi belanja untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan pertanian yang menjadi prioritas justru menurun. Sebaliknya, belanja daerah untuk sektor yang tidak menjadi prioritas justru mengalami peningkatan.

Dalam dimensi sosial budaya, masyarakat adat beserta pranata sosialnya dimarjinalkan. Kondisi ini diperburuk oleh pembangunan yang dijalankan tanpa perspektif kebudayaan. Etos kerja dan kerja kreatif masyarakat yang cukup tinggi tak didukung kepemimpinan politik yang solider dan mampu menggerakkan rakyat untuk bergotong royong membangun NTT. Yang terjadi, pemerintah dari tingkat kabupaten sampai provinsi lebih mengandalkan uang untuk menarik partisipasi masyarakat. Budaya gotong royong tergerus oleh mental ”proyek”.

Pendek kata, buku ini cukup komprehensif dalam membedah persoalan dan menawarkan solusi bagi pengembangan wilayah NTT. Meski demikian, setidaknya ada dua hal penting yang luput dari kajian para penulis. Pertama, peran donor, lembaga internasional dan NGO, yang turut menggelontorkan dana pembangunan dan memengaruhi kebijakan pembangunan di NTT. Sebagai salah satu provinsi termiskin, NTT menjadi area kerja dan target penyaluran dana hampir semua lembaga donor dan lembaga internasional yang ada di Indonesia. Peran dan pendekatan mereka patut dikaji mengingat banyaknya lembaga dan banyaknya dana yang digelontorkan selama puluhan tahun tak banyak mengubah keadaan. Kedua, kuasa modal yang kian besar dan membawa persoalan terkait eksploitasi, marginalisasi, ketakberdayaan, kolonialisme kultural, dan kekerasan dalam berbagai bentuknya, kian menjauhkan pembangunan dari kebutuhan rakyat.
Oleh Sri Palupi
Direktur Ecosoc Right

Judul            : Pengembangan Wilayah Nusa Tenggara Timur Dari Perspektif Sosial:
                         Permasalahan dan Kebijakan
Penyunting : Ganewati Wuryandari
Penerbit      : LIPI Press
Cetakan       : I, 2014
Tebal            : xix + 391 halaman
ISBN            : 978-979-799-783-0 
Sumber: Kompas, 24 Mei 2015
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger