Headlines News :
Home » » Reshuffle dan Manuver Politik

Reshuffle dan Manuver Politik

Written By ansel-boto.blogspot.com on Wednesday, May 06, 2015 | 11:24 PM

Oleh Umbu T.W. Pariangu 
Dosen Fisipol Undana, Kupang 

BARU enam bulan masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) berjalan, kabinetnya sudah diganggu oleh wacana reshuffle. Ini merupakan buah kebijakan pemerintah yang dianggap bergeser dari platform kampanye, seperti naik-turunnya harga BBM, yang mendorong kenaikan liar harga kebutuhan pokok, elevasi dolar yang menggerus rupiah pada level Rp 13 ribu, kecolongan Presiden dalam penandatanganan beleid penaikan tunjangan mobil pejabat, hingga opini sepihak beberapa menteri yang mendistorsi lalu lintas informasi dari Istana, misalnya soal "obral" remisi koruptor.

"Kecap pahit" tersebut mutlak dibersihkan dari "piring pemerintah" jika tak ingin rakyat kesal berkepanjangan. Survei Poltracking Institute (April, 2015) menunjukkan hanya 44 persen publik yang puas terhadap pemerintah Jokowi. Artinya, mesin pacu kereta pemerintah Jokowi tak sinkron dengan spirit utama pembentukan kabinet yang berbasis kerja dan kerja. Memang, penurunan ekspektasi tak berarti lemahnya dukungan rakyat terhadap Jokowi. Simulasi Indobarometer beberapa waktu lalu menunjukkan dukungan politik terhadap Jokowi masih lebih tinggi (45 persen) daripada Prabowo (30 persen) jika diadakan pilpres ulang saat ini. Artinya, bulan madu kedua Jokowi masih bisa terjadi jika kinerjanya tegak lurus dengan kehendak rakyat.

Reshuffle bisa menjadi kunci untuk meresidu inefektifitas kinerja dengan menempatkan figur-figur kompeten yang menjiwai target, visi, dan misi pemerintah. Namun realisasi hal tersebut membutuhkan pertimbangan jernih sembari memperhitungkan risiko politik ke depan. Lemahnya perimbangan dukungan politik eksekutif-parlemen terhadap pemerintah sejauh ini merupakan variabel yang membuat kerja pemerintah terdegradasi oleh tarik-menarik kepentingan, seperti berlarut-larutnya konflik pengisian komposisi pimpinan DPR ataupun pencalonan Kapolri.

Ironisnya, tarik-menarik kepentingan lebih didasari bobot politis ketimbang konsolidasi gagasan konstruktif. Bahkan, sumber ketegangan justru datang dari partai pengusung Presiden. Protes bertubi-tubi PDIP terhadap pembatalan pencalonan Budi Gunawan sebagai Kapolri hingga inisiasi angket, terutama oleh politikus PDIP Effendi Simbolon, terhadap pemerintah dalam kaitan dengan kenaikan harga BBM pada 28 Maret lalu seakan menegaskan PDIP terjebak dalam politik kohabitasi: sebagai pendukung tapi merangkap pula sebagai oposan pemerintah.

Tampaknya pelbagai intrik politik belum meredup dalam tubuh pemerintah ke depan. Pada sisi yang lain, reshuffle bisa jadi hanya bagian dari intrik ketimbang ketulusan mendapatkan "darah segar" bagi pemerintah. Wacana tersebut didesain demi mempertajam skeptisisme publik terhadap pemerintah. Yang berkepentingan soal ini tentu saja Koalisi Merah Putih (KMP). KMP menghendaki reshuffle supaya tercipta instabilitas di lingkup internal parpol pendukung pemerintah. Ini strategi untuk membalas manuver KIH sebelumnya terkait dengan keputusan Menkumham yang dianggap merecoki kekuatan KMP soal kisruh di lingkup internal Partai Golkar dan PPP.

Untuk mereduksi pelbagai manuver tersebut, tak ada cara lain. Ke depan, pemerintah harus bekerja secara impresif, terutama pada aspek ekonomi, stabilitas harga kebutuhan pokok, serta eliminasi korupsi. 
Sumber: Koran Tempo, 6 Mei 2015
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger