FORUM Penyelamat Lewotana Lembata (FP2L), saat
melakukan aksi demonstrasi di Kantor Kejaksaan Negeri Lewoleba pada Senin
(14/9), menyampaikan sikap dan tuntutan mereka terhadap beberapa penanganan
kasus selama ini yang terkesan lamban dan tidak jelas.
Usai melakukan
orasi dari luar Kantor Kejaksaan Negeri Lewoleba, beberapa utusan dari FP2L
melakukan dialog dengan pihak kejaksaan di aula kantor tersebut. Sebelum
dialog, Bernadus Sesa Manuk, selaku pelaksana harian ketua FP2L, membacakan
pernyataan sikap dan tuntutan.
Dalam pernyataan
sikap itu, FP2L menyatakan bahwa kekacauan penerapan hukum yang sedang
diperlihatkan aparat penegak hukum di Lembata dengan memeriksa dan menyidangkan
dua anggota DPRD Lembata Bediona Philipus dan Fransiskus Limawai yang
dilaporkan bupati Lembata dengan tuduhan memalsukan dokumen uji pendapat DPRD
milik DPRD, memperlihatkan secara terang-bederang bahwa aparat penegak hukum
dengan sadar, tahu dan mau melanggar dan melecehkan UU Nomor 27 Tahun 2009 yang telah diubah dengan UU Nomor 17 Tahun
2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Provinsi dan Kota atau Kabupaten.
Pemindahan
persidangan dengan alasan yang tidak sesuai realitas memperlihatkan secara
kasat mata bahwa aparat penegak hukum lebih tunduk dan taat kepada hal-hal yang
tidak rasional karena ingin melindungi kepentingan dan orang tertentu.
Penanganan
kasus yang lambat atau diduga sengaja diperlambat yang diperlihatkan aparat
penegak hukum dalam kasus-kasus seperti kaburnya penanganan hukum kasus
kematian Lorens Wadu, kasus kematian bocah Alfons Sita, kasus pengancaman
terhadap wartawan Flores Pos oleh orang dekatnya bupati dan kasus pemerasan
terhadap kontraktor Paulus Lembata yang diduga dilakukan Bupati Lembata, kasus
pengerjaan lampu jalan dan kasus proyek air minum Weilain.
Hal ini
menunjukkan cara kerja yang tidak professional aparat kejaksaan. Jika aparat
penegak hukum tidak independen dan tidak profesional dalam menegakkan hukum,
maka hukum tidak lagi sebagai panglima tapi hukum sudah mengabdi kepada
penguasa.
Penegakan
hukum yang tidak berkeadilan tampak dalam cara penanganan laporan kasus-kasus
yang cepat direspons dan diproses terhadap kasus-kasus yang dilaporkan Bupati
Lembata. Sebaliknya, penegak hukum bersikap lambat merespons dan memproses
terhadap kasus-kasus yang dilaporkan
masyarakat kecil. Ini menunjukkan bahwa aparat penegak hukum mengabaikan
keadilan dan berhamba pada kekuasaan dan penguasa.
Ada kesempatan
tersebut, FP2L melaporkan secara resmi kepada Kejari Lewoleba dengan bukti
petujuk awal terkait beberapa kasus, antara lain proyek pengadaan lampu jalan
tahun 2012 di Dinas ESDM, proyek penanggulan bencana tahun 2014 pada Badan
Penganggulan Bencana Daerah Kabupaten Lembata yakni ruas jalan Hingalamanegi –
Wairian, kasus pemerasan terhadap kontraktor Paulus Lembata, kasus pelelangan
proyek multiyears tahun 2014-2016 di mana proyek-proyek tersebut dalam proses
hukum banding pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya serta kasus
pengancaman terhadap wartawan Flores Pos.
FP2L juga
menyampaikan beberapa tuntutan, antara lain Kejaksaan Negeri Lewoleba segera
menyidangkan tiga tersangka kasus pembunuhan Lorens Wadu sesuai hasil gelar
perkara di Kupang yakni tersangka Tolis Ruing, Bence Ruing dan Dion Wadu;
Kejari harus profesional dalam menegakkan hukum tanpa ada tekanan dari siapa
pun dan oleh siapa pun; Kejari, Kejati dan Kejagung (Kejaksaan Agung) segera
menghentikan proses persidangan kasus dua anggota DPRD Lembata, Bediona
Philipus dan Fransiskus Limawai; hukum jangan tumpul ke atas, tajam ke bawah;
Kejari segera menyita dokumen pelelangan
proyek multiyears.
FP2L juga
menunut segera memproses kasus Weilain yang telah dilaporkan masyarakat ke
Kejati; Kejari segera memproses kasus-kasus yang dilaporkan oleh FP2L. FP2L
bertekad akan terus mengawali proses hukum kasus-kasus tersebut demi tegaknya
hukum di Lembata.
Kasi Pidus I
Nengah Andika mengatakan, kasus bencana alam yakni proyek pengerjaan jalan ruas
Hingalamengi-Wairiang ditangani oleh penyidik
Polres Lembata. Kalau kasus tersebut sudah ditangangi oleh penyidik
Polres Lembata, maka Kejaksaan Negeri Lewoleba tidak perlu lagi menangani kasus
tersebut. Karena itu, lanjutnya, untuk kasus proyek ini, silakan menanyakan
langsung ke Polres Lembata. Sementara perihal kasus kematian bocah Alfons Sita,
berkasnya belum lengkap sehingga dikembalikan kepada penyidik Polres Lembata
untuk dilengkapi.
Sumber: aventsaur.wordpress.com, 20 September 2015
Ket foto: Bernadus
Sesa Manuk
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!