Direktur Eksekutif Migrant
Care
PADA 28 Juni 2017, Pemerintah Amerika Serikat, melalui kementerian luar
negeri, meluncurkan laporan tahunan mengenai situasi perdagangan manusia
sedunia, Trafficking in Person Report 2017.
Seperti tahun-tahun
sebelumnya, laporan ini memuat isu-isu krusial terbaru mengenai perdagangan
manusia di berbagai belahan bumi ini, penilaian kinerja dan pemeringkatan
negara-negara terkait upaya memerangi perdagangan manusia (Tier List System),
dan penghargaan terhadap individu-individu yang dinilai berjasa dalam upaya
memerangi perdagangan manusia.
Menurut laporan
ini, posisi Indonesia tetap berada di Tier 2, dengan demikian selama lebih dari
satu dekade posisi ini tidak pernah berubah. Walau telah sepuluh tahun
Indonesia memiliki instrumen hukum antiperdagangan manusia (UU Nomor 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang), itu dianggap belum
memiliki dampak signifikan untuk upaya memerangi dan pencegahan tindak pidana
perdagangan manusia.
UU ini hanya mampu
menyelamatkan Indonesia dari perangkap Tier 3 (posisi terburuk kinerja
pemberantasan dan pencegahan terhadap perdagangan manusia yang pernah ditempati
Indonesia dalam pemeringkatan ini), tetapi belum mampu secara signifikan
menyelamatkan warga negara Indonesia (terutama perempuan dan anak) dari salah
satu praktik kejahatan lintas negara terorganisasi ini.
Dalam uraian
tentang Indonesia pada laporan tahun 2017 ini, ada beberapa perhatian khusus
mengenai tingginya angka perdagangan manusia dalam praktik pengiriman buruh
migran asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dan situasi buruk yang dialami oleh para
pekerja yang berada dalam situasi perbudakan di industri perikanan. Ironisnya,
berdasar temuan Migrant Care yang melakukan kajian dan pendampingan buruh
migran di NTT, praktik perdagangan manusia terhadap perempuan NTT membonceng
skema penempatan buruh migran legal/resmi yang selama ini dianggap sebagai cara
aman bermigrasi. Ironi lain adalah tingginya angka perbudakan pekerja di
industri perikanan seiring semangat pemerintahan Jokowi menggenjot ekonomi
maritim. Ini tentu menjadi tantangan yang harus dijawab segera.
Yang luput dari
perhatian laporan ini adalah makin meningkatnya praktik penjeratan korban
perdagangan manusia untuk dipaksa atau diperdaya menjadi pelaku untuk kejahatan
lintas negara lainnya, misalnya sebagai pelaku lapangan kejahatan spionase,
terorisme, dan perdagangan ilegal narkotika.
Masih ingat kasus
Siti Aisyah? Perempuan muda asal Serang, Banten, ini nyawanya berada di ujung
tanduk ketika jaksa penuntut umum Malaysia mendakwanya dengan kanun keseksaan
dengan ancaman hukuman mati. Dia didakwa bersama perempuan Vietnam melakukan
pembunuhan terhadap Kim Jong Nam yang masih memiliki hubungan saudara dengan
Kim Jong Un, Pemimpin Korea Utara.
Skandal pembunuhan
yang diduga memiliki keterkaitan politik tingkat tinggi dan melibatkan
aktivitas spionase itu kini hanya menyisakan dua perempuan Asia ini sebagai
tumbal kejahatan politik tingkat tinggi yang tak mungkin hanya diinisiasi oleh
mereka berdua. Atas nama perbaikan hubungan diplomasi Malaysia–Korea Utara, tak
ada penyelidikan tuntas yang mengarah pada otak pelaku kejahatan ini. Siti
Aisyah dan teman perempuannyalah yang dikriminalisasi.
Kejahatan lintas
negara terorganisasi lainnya, seperti sindikat perdagangan narkotika, juga
kerap menumbalkan korban-korban perdagangan perempuan sebagai kurir narkotika.
Menurut hasil pemonitoran Migrant Care terhadap kasus-kasus pekerja rumah
tangga (PRT) migran, yang terancam hukuman mati/hukuman berat karena narkotika
adalah mereka yang memiliki riwayat bermigrasi sebagai PRT migran dan
terperangkap dalam sindikat perdagangan perempuan.
Pencegahan dan
perlindungan
Jika menelisik
lebih dalam, pada kasus Mary Jane (PRT migran Filipina yang dipidana mati di
Indonesia), Rita Krisdianti (PRT migran Indonesia yang divonis mati di
Malaysia), dan Dwi Wulandari (PRT migran Indonesia yang divonis hukuman seumur
hidup di Filipina) mengonfirmasi bahwa mereka adalah korban sindikat kejahatan
lintas negara berganda: perdagangan manusia dan narkotika. Kriminalisasi
terhadap korban yang berposisi sebagai kurir malah berpotensi memutus
penyelidikan lebih dalam mengenai mata rantai sindikat perdagangan narkotika
lintas negara.
Temuan terbaru dari
organisasi-organisasi yang bekerja untuk deradikalisasi dan pencegahan
terorisme tak kalah mengejutkan. Dengan iming-iming sejumlah uang dan janji
surga, telah berlangsung perekrutan terhadap beberapa perempuan Indonesia yang
bekerja dan mengalami masalah di luar negeri untuk menjadi kombatan di wilayah
konflik bersenjata dan ada sebagian di antaranya merelakan diri menjadi
"akun rekening pencucian uang" untuk transaksi pendanaan kegiatan
terorisme.
Meski secara
kuantitas mereka yang terperangkap dalam tindakan berbahaya ini kecil, tetap
harus menjadi perhatian penting bagi Pemerintah Indonesia mencegah pembesaran
dan perluasan aktivitas ini.
Sebenarnya dalam
kerangka implementasi Konvensi PBB Menentang Tindak Pidana Transnasional yang
Terorganisasi, yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia melalui UU No
5/2009, upaya pencegahan dan perlindungan warga negara Indonesia dan negara
Indonesia dari tindak pidana kejahatan lintas negara bisa dilakukan secara
komprehensif dan tetap dalam kerangka penegakan hak asasi manusia (HAM).
Instrumen ini memperkuat UU No 21/2007 yang selama ini hanya dipahami secara
parsial sebagai satu-satunya payung legal pencegahan tindak pidana perdagangan
manusia.
Konvensi ini bisa
menjadi instrumenhuman security (keamanan manusia) mencegah warga negara
Indonesia menjadi korban perdagangan manusia, narkotika, pidana pencucian uang,
dan terorisme. Konvensi ini juga mampu mencegah upaya kriminalisasi terhadap
korban yang terperangkap dalam sindikat kejahatan lintas negara. Di sisi lain,
konvensi ini juga bisa menjadi salah satu komponen pokok national
security (keamanan nasional mencakup teritori, kedaulatan politik, dan ekonomi)
dari ancaman kejahatan lintas negara, seperti terorisme, keutuhan teritori dan
penyelundupan, serta penyerobotan sumber daya ekonomi dan maritim.
Sumber: Kompas,
12 Juli 2017
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!