SEPUCUK surat dokter bisa membuat orang yang sangat sehat berubah
menjadi orang sakit. Dan, selembar surat dokter pula bisa mengubah orang sakit
menjadi sehat.
Tetapi bila
penghuni gedung didominasi pikiran miring, bangunan yang tegak pun bisa
dibilang miring. DPR telah menemukan habitatnya, yaitu sebuah gedung tegak yang
memupuk semua pikiran dan selera miring’.
Dua alinea di atas
berasal dari dua tulisan berbeda di harian ini. Yang pertama Editorial tentang
terdakwa yang berlagak sakit, yang kedua Editorial tentang hasrat anggota DPR
membangun gedung baru dengan alasan gedung yang dihuni miring. Yang pertama
diterbitkan pada 31 Maret 2001, sedangkan yang kedua pada 4 Mei 2010.
Untuk karya
jurnalistik, keduanya terentang jarak waktu yang tergolong panjang. Akan
tetapi, kedua Editorial itu tetap aktual dan relevan hingga saat ini. Bahkan,
karya itu dikenang mendalam di newsroom Media
Indonesia sebagai model yang hidup, bahkan semakin hidup, justru ketika
penulisnya, Laurens Tato, tutup usia, kemarin. Apa rahasianya?
Sebagai Pemred dan
Wapemred Media Indonesia, saya dan
Kakak Laurens bertahun-tahun bekerja di ruang kerja yang sama (sesama senior,
atas keteladanan sang pemimpin, Surya Paloh, kami saling memanggil kakak).
Meja kami
berdampingan dan diurus sekretaris yang sama. Konsep yang ditegakkan ialah
pemred dan wapemred merupakan dwitunggal. Tak hanya itu. Cukup lama tinggal
kami berdua bergantian menulis Editorial, yaitu setelah Imam Anshori Saleh
menjadi anggota DPR (tinggal tiga penulis), lalu Djadjat Sudradjat dipromosikan
menjadi Pemimpin Redaksi Lampung Post.
Relasi yang intens membuat saya paham keunggulan Kakak Laurens.
Akan tetapi, kami
berdua menyadari benar perlu dan pentingnya menghasilkan penulis baru Editorial
dari generasi muda. Kami berbagi tugas, siapa mengajar apa. Ia tergolong
penulis Editorial tercepat. Sepertinya argumentasi demi argumentasi bergaya
paradoksal mengalir dengan sendirinya. Itulah sebabnya, saya memintanya untuk
mengampu subjek perihal argumentasi dalam kelas pelatihan penulisan Editorial.
Hasilnya,
argumentasi yang diekspresikan dengan kekhasan Editorial bukan lagi semata
milik sedikit senior, melainkan juga jurnalis yang lebih muda, bahkan sangat
muda.
“Bang Laurens ialah
sosok penulis Editorial dan guru yang tidak tergantikan. Diksi Bang Laurens
selalu terpilih, orisinal, autentik, jenaka, dan kaya paradoks,” kata salah
seorang lulusan ‘sekolah’ Editorial Media
Indonesia. (Maaf, sesuai kaidah, namanya sebagai penulis Editorial tidak
disebut).
Setiap penulis
memiliki rahasia sendiri dalam berkarya. Tidak terkecuali dalam karya yang
berisikan sikap kolektif, sikap institusi, yang anonim, tanpa by line, seperti
Editorial. Nama sang penulis tidak diketahui publik, tetapi rahasia kreativitas
sang senior tidak untuk dibawa sampai mati.
Dalam perspektif
itu, rekan dan sahabat Laurens Tato yang tutup usia kemarin tidak pernah pergi
selamanya. Kakak Laurens tetap hidup di newsroom,
hidup di dalam kolektivitas kami.
Semua itu suasana
kebatinan dalam jurnalisme. Di situ hidup intelektualisme yang berbasiskan
empirisme, yaitu hormat kepada fakta, di tengah ‘dingin’ atau ‘tajamnya’ rasio.
Tapi di mana hati?
Kematian mestinya
bukan kepastian yang ditunggu dalam umur 64. Sebagai sahabat, yang berulang
menjenguknya dalam sakit, di rumahnya ataupun di rumah sakit, turut merasakan
betapa bertahan hidup baginya sebuah perkara yang terlalu mendera untuk
ditanggungkan.
Perkara itu kian
menyayat hati karena sahabat yang ekspresif dan cemerlang dalam lisan ataupun
tulisan itu sepenuhnya kehilangan semua kemampuan itu sejak terserang stroke pada 2013.
Kakak Laurens,
pertarungan paradoks mati dan hidup telah final. Editorialmu telah abadi
selesai. Tempatmu bukan di Karet, bukan di Tanah Kusir, bukan di San Diego
Hills. Sesuai dengan permintaanmu, di kampung halamanmu, Desa Tenda Kinde,
Flores, NTT. Ke sanalah besok engkau diterbangkan dalam damai, diiring doa
kami. Selamat jalan, Kakak. (Saur Hutabarat)
Sumber: Media Indonesia, 19
September 2017
Ket foto: Alm Laurensius Tato Gani
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!