MENTERI
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto angkat bicara soal
polemik pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tentang isu pembelian
5.000 pucuk senjata oleh institusi non militer.
Wiranto menegaskan
bahwa pernyataan Panglima tersebut tidak benar. Ia mengakui ada kesalahan
komunikasi antara Panglima dengan Kepala BIN Jenderal Budi Gunawan dan Kapolri
Jenderal Pol Tito Karnavian. Namun, saat ini sudah diluruskan.
"Setelah saya
panggil Kepala BIN, hubungi Panglima TNI, Kapolri dan institusi lain yang
terkait masalah ini. Ternyata ini hanya masalah komunikasi yang tidak tuntas
dalam hal pembelian senjata," kata Wiranto di kantor Kemenko Polhukam,
Jakarta, Minggu (24/9/2017).
Wiranto pun
membantah berbagai spekulasi yang beredar seperti Indonesia sedang dalam
keadaan genting, karena ada suatu kelompok yang ingin menganggu ketertiban dan
keamanan nasional. "Saya kira
kita tidak pada tempatnya menghubungkan dengan itu," kata Wiranto.
Bahkan, kata dia,
senjata yang dibeli jumlahnya hanya 500 pucuk, bukan 5.000 pucuk senjata
seperti yang sudah disampaikan oleh Panglima TNI.
"Setelah saya
tanyakan, saya cek kembali, tenyata ini berhubungan dengan pembelian 500 pucuk
senjata buatan PT Pindad yang diperuntukkan bagi sekolah intelejen BIN dan
bukan buatan luar negeri," katanya.
Senjata itu juga
dibeli oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dan bukan institusi lain yang di luar
kontrol Pemerintah dengan menggunakan APBN.
"Ini juga
menggunakan anggaran APBN. Jadi bukan institusi lain yang di luar kontrol
Pemerintah," ungkap dia.
Hanya saja, kata
Wiranto, senjata yang dipesan BIN memang berbeda dengan senjata yang biasa
digunakan oleh militer Indonesia. Karenya, kata dia, izin pembelian cukup ke
Mabes Polri dan tidak perlu ke Mabes TNI.
"Dari
penjajakan dan penelitian yang kami lakukan. Pembelian senjata dari Pindad
bukan standar TNI itu memang tidak perlu minta ijin ke Mabes TNI. Tapi cukup
Mabes Polri dan itu sudah dilakukan," kata dia.
"Karena itu
ada isu bahwa pembelian senjata ini atas persetujuan Presiden saya kira
prosedur pembelian senjata pada jenis seperti ini secara spesifik tidak perlu
kebijakan Presiden secara khusus, tidak perlu melibatkan Presiden," tambah
dia.
Untuk itu, Wiranto
pun meminta semua pihak tak lagi menjadikan persoalan ini sebagai sebuah
polemik yang memecah belah hubungan institusi negara.
"Isu mengenai
ini kita tutup. Karena tidak perlu dikhawatirkan ada satu kekuatan-kekuatan
lain yang akan menganggu kepentingan nasional atau keamanan nasional, tidak
sama sekali," tutup dia.
Sebelumnya, seperti
dikabarkan Tribunnews.com, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyampaikan,
ada institusi yang berencana mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal
dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Indonesia.
Gatot menyampaikan,
TNI akan mengambil tindakan tegas jika hal tersebut dilakukan, tidak terkecuali
apabila pelakunya berasal dari keluarga TNI bahkan seorang jenderal sekalipun.
Lebih lanjut, Gatot
menegaskan, nama Presiden Jokowi pun dicatut agar dapat mengimpor senjata
ilegal tersebut.
"Mereka
memakai nama Presiden, seolah-olah itu yang berbuat Presiden, padahal saya
yakin itu bukan Presiden, informasi yang saya dapat kalau tidak A1 tidak akan
saya sampaikan di sini. Datanya kami akurat, data intelijen kami akurat,"
kata dia.
Sumber: Kompas.com, 24 September 2017
Ket foto: Wiranto
Sumber foto:
google.co.id
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!