MENTERI Hukum dan Hak Asasi
Manusia Yasonna Laoly mengatakan, pembahasan pendapat hukum bagi amnesti Baiq
Nuril sudah mencapai 70 persen.
"(Penyusunan
pendapat hukum) masih (berlangsung), sudah kira-kira 70 persen tetapi saya mau
supaya lebih lengkap lah," kata Yasonna usai meresmikan Kantor Imigrasi
Non TPI Kelas II Bekasi, Rabu (10/7/2019).
Yasonna mengaku
belum bisa memastikan kapan pendapat hukum itu selesai disusun. Sebab, kata
Yasonna, pihaknya masih menerima berbagai masukan dari sejumlah ahli hukum
terkait wacana amnesti tersebut.
Menurut Yasonna,
pertimbangan dari para ahli hukum dibutuhkan supaya pendapat hukum yang dibuat
mempunyai argumen kuat ketika Presiden mengajukan pertimbangan amnesti ke DPR
nantinya.
"Saya masih
terus mencoba melakukan kajian-kajian lain dari prespektif-persepektif lain
supaya nanti informasi yang utuh bisa diberikan kepada Presiden," ujar
Yasonna.
Yasonna pun meminta
masyarakat bersabar karena Kejaksaan Agung pun sudah memutuskan akan menunda
eksekusi penahanan terhadap Baiq Nuril.
"Jaksa Agung
kan sudah menyampaikan bahwa beliau akan menunda eksekusi, jadi kita masih
punya waktu yang baik untuk mencari apa solusi yang baik," kata Yasonna.
Diberitakan
sebelumnya, Baiq Nuril meminta amnesti dari Presiden Joko Widodo setelah
peninjauan kembali yang diajukannya ditolak MA.
Menanggapi hal
tersebut, Menteri Hukum dan HAM menyusun pendapat hukum bersama sejumlah pakar
hukum untuk memperkuat argumentasi amnesti yang akan diberikan Jokowi.
Kasus Nuril bermula
saat ia menerima telepon dari Kepsek berinisial M pada 2012. Dalam perbincangan
itu, Kepsek M bercerita tentang hubungan badannya dengan seorang wanita yang
juga dikenal Baiq. Karena merasa dilecehkan, Nuril pun merekam perbincangan
tersebut.
Pada tahun 2015,
rekaman itu beredar luas di masyarakat Mataram dan membuat Kepsek M geram.
Kepsek lalu melaporkan Nuril ke polisi karena merekam dan menyebar rekaman
tersebut. Kepsek M menyebut, aksi Nuril membuat malu keluarganya.
Nuril pun menjalani
proses hukum hingga persidangan. Hakim Pengadilan Negeri Mataram, Nusa Tenggara
Barat memvonis bebas Nuril. Namun, jaksa mengajukan banding hingga tingkat
kasasi.
Mahkamah Agung
kemudian memberi vonis hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena
dianggap melanggar Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU Nomor 11/2008
tentang ITE.
Nuril kemudian
mengajukan PK. Dalam sidang PK, MA memutuskan menolak permohonan PK Nuril dan
memutus Nuril harus dieksekusi sesuai dengan vonis sebelumnya.
Sumber: Kompas.com,
10 Juli 2019
Ket foto: Baiq Nuril.
Sumber foto: media.suara.com
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!