Headlines News :
Home » , » Tuan Janssen, Boto, dan Tuan Budi

Tuan Janssen, Boto, dan Tuan Budi

Written By ansel-boto.blogspot.com on Wednesday, January 15, 2020 | 9:39 PM

SAYA tak pernah tahu siapa itu tuan Janssen atau lengkapnya Pastor Arnoldus Janssen SVD. Apakah Arnoldus Janssen adalah seorang guru agama, kepala kampung atau tua adat yang disegani di kampung kami, saya asli tak tahu. Menyebut beberapa nama kampung di wilayah Paroki Santu Petrus Paulus Lamalera, Paroki Santu Joseph Boto maupun Paroki Santa Maria Ratu Damai Mingar pun asing di telinga sebagai anak kampung. Apalagi nama-nama tuan (pastor) dorang kala itu. Yang ada adalah ada karya Misi SVD di Boto berupa karya Misi lewat lembaga pendidikan SDK Boto, almamater saya dan kebun kopi di Klua Lef Molu dan Komunitas Susteran SSpS Boto yang berkarya melalui Poliklinik Santu Rafael Boto dan kebun susteran di Bunga Folor, arah barat dusun Boto (Desa Labalimut). SMP Lamaholot Boto (kini SMP Negeri Nagawutun) juga menjadi lahan pengabdian lain para suster SSpS Boto. Di SMP swasta ini saya dan rekan-rekan diajar mata pelajaran Agama dan Seni para suster SSpS. Seorang guru kami, Sr Helena Wewo SSpS, saat ini mengabdi di Maumere. Dua teman kelas: Sr Amaria Labaona SSpS dan Sr Rosa Nogo Ketoj SSpS mengikuti jejak guru asal Mataloko ini.

Tiga wilayah Gerejani: Paroki Lamalera, Boto, dan Mingar atau akrab dengan sebutan Labomi di selatan Pulau Lembata, Dekanat Lembata, Keuskupan Larantuka, Nusa Tenggara Timur, pun hanya saya dengar tatkala koster sebut dalam beberapa kesempatan kami nongkrong baik di pastoran maupun susteran SSpS Boto saat masih anak ingusan. Padahal, tiga paroki ini adalah wilayah karya pelayanan Societas Verbi Divini (SVD) alias Serikat Sabda Allah. Serikat ini didirikan Psstor Arnoldus Janssen SVD. Seingat saya -kalau tak salah- tahun 79-80-an, Paroki Lamalera dipimpin Pastor Arnoldus Dupont SVD. Sedang Paroki Boto dipimpin Pastor Lambertus Paji Seran SVD. Kemudian Paroki Mingar dipimpin Pastor Conradus Trumer SVD.

Tahun 1979 hingga 1980-an saya dan teman-teman kerap bertamu di susteran SSpS Boto. Menyalami dua misionaris asal Amerika dan Belanda: Sr Amaria SSpS dan Sr Dorothildis SSpS membawa kebahagiaan tersendiri. Mendengar Suster Amaria dan Dorothildis omong bahasa Inggris terasa memanjakan telinga sebagai anak kecil. Apalagi kalau dibawa masuk dan dipersilahkan duduk di atas kursi kayu besar yang halus karena dipolitur karya misi SVD, rasanya saya jadi orang besar. Macam uskup atau Paus duduk di kursi kebesaran. Kalau mau tes duduk di kursi kami akan duduk bergantian sejenak. Merasakan kursi yang disekap halus. Diajak suster melihat foto Pastor Arnoldus Janssen dan para pembesar SVD sedunia di dinding rumah susteran, bikin tambah bingung tapi kagum. Bingung karena tak kenal siapa itu tuan Arnoldus Janssen. Kagum karena foto hitam putih yang berukuran besar itu bisa sampe digantung di dinding pendopo rumah tua peninggalan tuan Ani Knoor (lengkapnya Pastor Jan Knoor SVD). Pun gitar listrik warna merah yang dibawa entah Suster Amaria atau Dorothildis dari negaranya. Tuan Ani Knoor ini pernah mengabdi di Paroki Boto sebelum kembali ke negaranya.

Tatkala beranjak dewasa saya perlahan menyadari betapa SVD yang didirikan Pastor Arnoldus Janssen SVD sungguh luar biasa. Apalagi melihat kegigihan pengabdian para imam SVD malalui figur seperti tuan Arnoldus Dupont SVD di Lamalera maupun tuan Trumer di Mingar. "Kalau tuan Dupon lewat naik kuda atau tuan Trumer datang pikul tas kulitnya, engko beri hormat dan pegang tangannya. Cium tangannya. Nanti tuan kasi engko berkat banyak. Tapi hati-hati, banyak turis putih lewat untuk ambil kepala anak kecil," kata ayah saya kala itu. Turis putih lewat di kampung untuk ambil kepala anak kecil? Turis asing putih lewat di kampung bikin apa? Lalu kenapa dorang mau ambil (potong) kepala anak kecil? "Jadi, kamu anak kecil harus rajin pigi doa pas hari Minggu. Siapa tau kamu juga bisa liat turis putih. Mereka kadang pimpin Misa di Gereja kita," kata ayah saya menasehati.

Tuan Trumer meski tugas di Mingar (Desa Pasir Putih) atau tuan Dupon tugas di Lamalera, kerap juga ke Boto, kampung saya. Mereka hadir untuk sekadar bertemu para konfrater di Boto atau ada pertemuan di antara para imam dan biarawan biarawati. Trumer punya kisah tersendiri. Konon, kalau melewati hutan saat turne dan bertemu hewan hutan entah rusa atau babi yang terluka karena diburuh, maka ia akan segera turun dari kudanya. Trumen akan sigap mengambil obat-obat yang ia bawa kemudian mengobati hewan liar itu kemudian dilepas di habitat aslinya, hutan belantara. Sedang tuan Dupont terkenal sangat saleh dan pendoa yang baik. Ia konon pernah berdoa meminta hujan setelah sekian bulan hujan tak datang-datang pada musimnya yang berbuntut petani resah. Akhirnya hujan turun deras usai ia berdoa. "Mereka dua itu orang suci. Jadi kalau suster sudah kasih bunyi lonceng pertama kali kamu sudah duduk sopan di dalam Gereja. Dengar kotbah baik-baik. Tida boleh baku ganggu dalam Gereja. Nanti besok-besok ada yang bisa ikuti dorang jadi tuan atau suster. Suster Amaria dan Dorothildis saja dorang kasi tinggal kampungnya di barat sana untuk datang di kampung melayani kita," kata ayah saya menasehati.

Saya menyadari betapa karya Tuhan melalui SVD dan SSpS menyata di kampung kami. Benih panggilan tumbuh subur. Sejak jaman tuan Knoor, tuan Lamber Padji Seran, tuan Nicholas Strawn SVD hingga kini. Sekadar tambahan, tuan Niko, imam asal Iowa, Amerika Serikat, mengabdi selama 17 tahun setelah pindah dari Paroki Lerek, Atadei. Karena itu mulai ada orang sekampung mulai memenuhi panggilan Tuhan Sang Sabda. Saya mencatat baik ada anak kampung memilih menjadi biarawati seperti mama Sr Erenbertha de Ona SSpS, mama Sr Maria Bernadete Ketoj, SSpS, mama Sr Vinsensia Pukan SSpS dan mama Sr Kristina Kopa Udak, SSpS. Tiga nama biarawati itu berasal dari stasi Boto dan menjadi perintis jalan panggilan hidup membiara. Sedang mama Sr Kristin Kopa adalah puteri kakek Antonius Urikame Udak, seorang sesepuh dari Uruor yang memilih merintis kampung dan Kapel Stasi Santu Antonius Liwulagang. Kakek Urkame adalah seorang tetua adat yang disegani di masanya. Jumlah ini belum terhitung dengan suster-suster muda lainnya di stasi Boto maupun Paroki Boto yang menjalani Misi baik di benua Eropa maupun benua lainnya.

Imam dan bruder? Jangan tanya lagi. Di Paroki Boto banyak yang mengikuti jejak sebagai pelayan Sabda. Beberapa imam sulung dari Boto saya sebut saja. Misalnya, kala itu ada tuan Bernardus Ado Assan SVD (kini melayani sebagai awam setelah tanggal imamatnya), dua bersaudara kandung: tuan Paskalis Bako Wujon SVD, misionaris di China dan tuan Raymundus Beda Wujon SVD, dosen Unika St Paulus Ruteng, tuan Stef Smata Pukan SVD, dan beberapa imam muda seperti tuan John Lebe Wuwur OCD di Tomohon, tuan Patris Breket Mudaj, SSCC, misionaris di Jerman, tuan Alex Ola Pukan SVD, tuan Florianus Wujon Pr, tuan Rikardus Breket Ketoj Pr, tuan Joseph Pati Mudaj Msf, tuan Yohan de Ona Pr, serta beberapa bruder seperti Bruder Ludo Btd dan Br Ulanaga Wuwur. Para imam dan bruder serta suster ini adalah pelayan Sabda dari kampung kecil di Boto, lereng gunung Labalekan.

Cinta Tuhan kepada seluruh umat Katolik di bawah kolong langit ini melalui karya SVD tak lepas dari sang pendiri, Pastor Arnoldus Janssen SVD. Selain mendirikan SVD, tuan Janssen juga mendirikan SSpS dan SSpS AP. Dan Paroki Santu Joseph Boto, di tengah balutan hutan belantara kala itu, juga jejak SVD dan SSpS hadir. Tapi kalau saya ditanya kala itu, antara 78-80-an semasih saya anak ingusan tentu saya bisa berpeluang menjawab bahwa tuan Janssen itu anak seorang petani atau kepala suku besar. Tapi, kini, jika ditanya begitu saya akan enteng mengatakan, tuan Janssen itu orang Kudus, beliau Santo. Bahkan bisa dalam istilah bapa saya, Santo Besar, karena karya-karya sosialnya menembus sekat sosial dan melintas benua.

Siapa itu Santo Arnoldus Janssen? Saya merujuk catatan seorang blogger yang ditulis pada 23 April 2015. Arnoldus Janssen lahir pada 5 November 1837. Ia lahir di Goch, sebuah kota kecil di bagian barat dataran rendah sungai Rhein, Jerman. Ayahnya bernama Gerhard Janssen, seorang petani. Ibunya bernama Anna Katharina Wellesen, seorang ibu rumah tangga. Mereka adalah pasutri yang bekerja keras untuk menjaga keutuhan keluarga dan pendidikan anak-anaknya. Mereka diakruniai sebelas anak, tiga di antaranya meninggal dalam usia kecil. Keluarga Janssen adalah keluarga yang sangat religius. Mereka tidak pernah mengabaikan perayaan Ekaristi setiap hari, dan melakukan berbagai penghayatan devosi kepada Roh Kudus, Malaekat Pelindung, Hati Yesus, Rosario dan khususnya kepada Sabda Allah. Hampir setiap malam, sebelum waktu tidur, sang ayah membacakan Prolog Injil Yohanes (Yoh 1:1-18) untuk seluruh keluarga.

Kebiasaan cinta akan hal-hal rohani keluarga Janssen ini sungguh melekat dalam diri Arnoldus Janssen. Dengan tekad bulat, ia masuk seminari di Gaesdonk tahun 1849. Pemuda Janssen menerima tahbisan imamat pada 15 Agustus 1861. Selama masa pendidikan, ia juga belajar Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Setelah tahbisan sebagai imam Katolik, ia berkarya sebagai guru SMA di Bocholt tahun 1861-1873. Namun ia juga sangat berminat terhadap karya kerasulan doa yang terarah pada usaha untuk mempersatukan kembali umat Kristen, pewartaan Injil serta misi Gereja di antara bangsa-bangsa. Tidak heran, tahun 1874 ia memprakrasai penerbitan 'Kleiner Herz-Jesu-Bote' atau 'Utusan Hati Kudus Yesus'. Majalah ini menulis gagasan tentang misi dan ekumene. Dari sinilah, tidak lama kemudian, ia melontarkan gagasan tentang pentingnya mendirikan Rumah Misi di Jerman. Maksudnya, untuk mendidik dan mengutus para misionaris ke berbagai belahan dunia.

Gagasan ini diajukan kepada Uskup Raimondi, peserta pendiri seminari Misi di Milan, Prefek Apostolik dan tidak lama kemudian kepada Uskup di Hongkong, yang kebetulan menjadi tamu Pastor Ludwig von Essen di Neuwerk, dekat Mönchengladbach. Tanggapan sungguh positif. Bahkan Uskup Raimondi mendesak bahwa jika tidak ada yang mau bertindak, maka Arnoldus Janssen sendiri harus mendirikan Rumah Misi tersebut.

Dengan bersusah payah, dan disertai keberanian yang luar biasa serta ketekunan yang ditopang oleh kesalehannya, akhirnya ia berhasil mendirikan rumah misi sekaligus seminari untuk mempersiapkan calon misionaris ke seluruh dunia. Akhirnya, pada 8 September 1875, bertempat di Steyl, Belanda, Arnoldus Janssen membuka Rumah Misi “St. Mikhael”, yang menjadi Rumah Induk “Serikat Sabda Allah atau SVD.”

Seiring dengan perjalanan waktu, ia juga mendirikan dua kongregasi misi para suster, yaitu SSpS pada 8 Desember 1889 dan SSpS Adorasi Abadi pada 8 Desember 1896, yang merupakan suatu Tarekat kontemplatif. Dari sini, Arnoldus Janssen sungguh menyadari bahwa karya misi haruslah selalu diletakkan pada dua pilar utama, yakni karya dan doa.

Berawal dari Cina, sebagai cinta pertama daerah misinya, ketiga kongregasi misi tersebut sungguh berkembang dan berkarya di seluruh belahan dunia. Arnoldus Janssen meninggal pada 15 Agustus 1909. Tanggal 19 Oktober 1975, ia digelari “Beato” oleh Paus Paulus VI dan pada 5 Oktober 2003, bersama dengan Josef Freinademetz (misionaris pertama SVD), ia digelari Santo (Orang Kudus dalam tradisi Gereja Katolik). Ia membaktikan seluruh hidupnya untuk karya misi Allah dengan selalu berkeyakinan pada kehendak Allah, sebagaimana terungkap dalam kata-katanya, “Ketika saya mendirikan Serikat ini, orang umumnya berkata bahwa pekerjaan ini tidak akan berhasil. Memang sungguh benar karena mereka melihat pada diri saya yang menyedihkan. Kendati semua ini, Tuhan telah menghendaki bahwa pekerjaan itu berhasil dan teristimewa dengan suatu cara yang tidak pernah saya pikirkan bahwa itu mungkin.”

Jika dilihat dari kacamata iman, Tuhan melakukan kerja-kerja yang kerap berada di luar akal sehat manusia. SVD berkembang meluas di bawah kolong langit ini melalui karya Misi dan diri para imam, biarawan dan biarawati serta bruder dan frater. Melintas benua-benua di dunia. Tuhan menciptakan sejarah yang sama sekali mencengangkan dan kerap bikin manusia takluk dan khusuk dalam doa sebagai ungkapan betapa Tuhan sungguh Ajaib. Karya Tuhan itu menukik sampe di lekuk gunung dan lembah di Boto, kampung nun di tengah lahan pertanian subur di Lembata. Pun melalui SVD, Tuhan mengarahkan pandangan-Nya ke Keuskupan Larantuka, di atas Waibalun, kampung mungil di beranda Solor di atas Gonzalu, selat antara Larantuka dan Adonara. Tuhan memanggil seorang anak desa bernama Dr Paulus Budi Kleden SVD, seorang anak guru dari keluarga yang saleh menahkodai SVD sejagat. Saya akrab menyapa dengan tuan Budi, seorang imam sederhana, rendah hati, dan cerdas. Tuan Budi memenuhi tugas perutusan menjadi orang nomor satu SVD Sedunia di Roma. Ia menyusul kakaknya, Dr Leo Kleden SVD, ngepos di markas SVD. Mengikuti jejak tuan Dr Markus Solo Kewuta SVD, seorang ahli Islam dan Penasehat Paus Wilayah Asia dan Semenanjung Sahara, Afrika dan duduk di desk Dialog Antaragama berbasis di Roma. Jadi, kalau Presiden RI atau pejabat tinggi negara mau ke Roma, tentu tuan Markus Solo, orang kampung dari Lewouran, Flores Timur, bantu dorang.

Jangan tanya apa saya pernah bersua atau kenal langsung tuan Budi Kleden. Paling-paling nama beberapa kerabatnya yang hebat seperti sosiolog Dr Ignas Kleden, wartawan senior Stephie Kleden-Beetz atau mantan wartawati senior TEMPO Hermien Y Kleden, dan lain-lain. Tuan Budi saya cuma tau namanya saat beberapa kali kami menulis di Harian Pos Kupang, mingguan Dian dan koran Flores Pos milik SVD bahkan beberapa media nasional seperti Kompas dan Media Indonesia (MI). Di MI juga tuan Budi menulis. Saya cuma -selalu saya guyon- hanya gara-gara saja menulis. Musiman. Nah, saya beruntung karena suatu waktu diajak Zuhairi Misrawi (Gus Mis) intelektual muda Islam mengikuti diskusi soal filsafat di kampus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta. Di sana tuan Budi, yang menulis buku 'Menukik Lebih Dalam' menjadi salah satu pembicara. Di sini saya bertemu langsung sosok tuan Budi, yang saat ini tengah menjalani tugas sebagai Superior Generalat SVD Sejagad berkedudukan di Roma. Mengingat dan mengenang karya SVD dan SSpS di Boto, kampung saya sekaligus mengingat sang pendirinya, Santo Arnoldus Janssen dan tuan Budi. Kalau hari ini Gereja Katolik Sejagad merayakan syukur atas jasa tuan Janssen sebagai pendiri SVD, SSpS, dan SSpS AP berserya karya mulianya bagi umat Katolik dan umat agama lain di muka bumi ini, maka catatan saya ini itung-itung jadi doa dan terima kasih saya paling kecil. Catatan ini juga doa saya untuk tuan-tuan dan suster yang memulai ajar kami jadi manusia yang 100 persen Katolik dan 100 persen warga negara. Selamat Merayakan Ulang Tahun Pelindung Santo Arnoldus Janssen. Selamat Ulang Tahun, Societas Verbi Divini. Terima kasih, Santo Arnoldus Janssen. Selamat pagi, tuan Budi. Selamat berbahagia bagi para anggota SVD, SSpS dan SSpS AP terkhusus dari Paroki Labomi, kampung halaman di seluruh dunia... 
Jakarta, 15 Januari 2020
Ansel Deri 
Warga Paroki St Antonius Padua, Keuskupan Agung Jakarta; 
Mengenang Santo Arnoldus Janssen beserta karya Misinya bagi dunia. 
Ket foto: Santo Arnoldus Janssen 
Sumber foto: news.mb.com
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger