Headlines News :
Home » » Keindahan, Kemenangan, Keberpihakan

Keindahan, Kemenangan, Keberpihakan

Written By ansel-boto.blogspot.com on Tuesday, June 15, 2010 | 3:25 PM

Oleh Seno Gumira Ajidarma
Wartawan

Bahwa sepak bola itu permainan yang indah, seperti disebutkan Pele, tidak perlu dibuktikan lagi. Sudah semakin terbiasa kita mendengar istilah "tarian kaki bak penari balet" ketika membicarakan Marco van Basten hingga Didier Drogba menggocek bola. Termasuk "tesis" Eric Cantona dalam bukunya, My Story, bahwa operan Pele kepada Carlos Alberto dalam final Piala Dunia 1970 di Meksiko setara dengan puisi Arthur Rimbaud muda ketika menuliskan: tali dari menara ke menara dan rangkaian bunga dari jendela ke jendela. Menurut "raja" Manchester United pada 1990-an tersebut, "Dalam masing-masing manifestasi manusia, terdapat ekspresi keindahan yang menyentuh dan memberi kita rasa keabadian."

Benarkah keindahan itu yang menjadi pertaruhan dalam sepak bola, ketika Brasil sudah lama menahan diri bermain cantik demi kemenangan semata? Menjelang final Piala Champions Eropa, Mei lalu, Louis van Gaal berkomentar tentang Jose Mourinho, "Dia ingin menang saja, sedangkan saya ingin menang dengan indah." Lantas apa katanya setelah Bayern Muenchen dikalahkan Inter Milan dengan telak? "Itu cara menang yang lebih mudah."

Bahkan berita itu pun ditulis dengan nada kasihan kepada Louis van Gaal. Sudah jelas betapa ideologi keindahan telah menjadi inferior terhadap ideologi kemenangan. Ingat saja cara Mourinho melecehkan Claudio Ranieri yang melatih AS Roma, saat bersaing ketat dalam Seri A Italia, "Ia tidak pernah memenangkan apa pun."

Ideologi kemenangan memang menang. Hegemoninya ditegaskan dengan jumlah gol dan piala, serta juara yang hanya satu-satunya. Tidak seperti festival film, ada penghargaan khusus juri atau penghargaan kritikus yang bisa membuat kebenaran jadi plural. Dalam kejuaraan sepak bola, banyaknya gol tidak memberikan alternatif apa pun. Namun, di pihak penonton, kemenangan bukan satu-satunya pertimbangan. Demi kebahagiaan, para pendukung tidak selalu berpihak pada kesebelasan yang kuat. Mengapa?

Kita telah mengikuti kontestasi antara ideologi keindahan dan ideologi kemenangan. Namun masih ada satu ideologi lagi, yaitu keberpihakan. Jika kita menyaksikan pertandingan kesebelasan papan bawah yang jarang kita dengar namanya, seperti Cardiff City melawan Preston dalam kompetisi Liga Inggris, sebetulnya dengan "kacamata" keindahan dan mutu permainan keduanya sangat memenuhi syarat. Pertandingan pun berlangsung seru karena masing-masing berjuang keras untuk menang. Namun kenapa pertandingan itu tidak memancing antusiasme kita? Tentu karena keberpihakan kita sama sekali tidak ada. Kita tidak mengenal kesebelasannya, tidak pula ada bintang yang telah kita akrabi lewat media. Permainan indah dan seru bisa jadi tak bermakna.

Faktor makna inilah yang membuat kita berpihak. Karena hanya dengan makna, kemenangan ataupun kekalahan akan terhayati sebagai suatu drama. Saat itulah teater sepak bola menjelma. Adapun makna, terbentuk dari seribu satu perkara yang tidak seragam, termasuk berbagai faktor dalam ideologi keindahan dan kemenangan. Dalam ideologi keberpihakan bisa saja seseorang mendukung Brasil karena (1) fanatik, bahwa meskipun kalah tetap saja Brasil terbaik di dunia; (2) merasa sudah semestinyalah arte futebol atawa sepak bola indah yang menang, dan Brasil adalah yang terindah; (3) seperti alasan seorang "sosialis", rakyat miskin Brasil hanya memiliki kebanggaan atas sepak bola, pantaslah mereka mendapat kebahagiaan.

Ideologi keberpihakan inilah, jika kita bicara tentang konstruksi sosial yang membuat sepak bola ada, mengambil bagian dalam relasi kuasa dengan menggeser dominasi ideologi kemenangan. Ini karena dalam semangat keberpihakan, siapa pun dapat melihat kompetisi olahraga berhasil menyalurkan kepentingan politiknya. Indah atau tidak indah, menang atau kalah, adalah faktor yang bisa mengubah keberpihakan, tapi bukan ideologi keberpihakan itu sendiri.
Sumber: Tempo, edisi 14 – 20 Juni 2010

SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger