Staf Dewan Kepausan untuk Dialog Antarumat Beragama
AKHIR-akhir
ini, berbagai peristiwa yang menunggang atribut dan sentimen keagamaan telah
mengganggu relasi hubungan antarumat beragama. Iklim persahabatan dan
ketetanggaan turut goncang karena ulah segelintir orang yang tidak menginginkan
perdamaian dan keharmonisan. Di balik kehingar-bingaran ini, hal positif yang
perlu diangkat adalah gerakan-gerakan global penghalau ekstrimisme yang
membonceng sentimen agama justru jauh lebih kuat. Kata para pakar, efek
perbuatan para perusak perdamaian nampak besar, tapi pada kenyataannya kekuatan
mereka tidak mengimbangi kekuatan kaum moderat dan orang-orang berkehendak baik
(people of good will). Bad news is good news, berorientasi pada
kenaikan rating media dan reklame popularitas kelompok tertentu. Sebaliknya,
selama segala sesuatu berjalan dengan baik dan tenteram, tak dianggap sebagai
sensasi.
Berhadapan
dengan naik-turunnya tensi dialog lintas agama, sebagian orang menganggapnya
sebagai kegagalan dialog. Tapi sebagian melihatnya sebagai peluang baru untuk
mengubah strategi dan meningkatkan dialog.
Di mana posisi
Gereja Katolik? Gereja tidak mengubah apapun dari prinsip-prinsip dasar dialog
lintas agama, sebagaimana tertuang dalam Nastro
Aetate (Dewasa Kita). Dialog lintas
agama adalah bagian integral dari misi panggilan Gereja. Dialog lintas agama
tidak hanya dijalankan pada masa-masa tenang dan damai, tetapi lebih dibutuhkan
pada masa seperti sekarang ini.
Dalam Nastro Aetate, Gereja menyerukan upaya “melupakan masa lalu” yang suram.
Terminologi “melupakan” bukan ungkapan kearifan, melainkan metafora yang
membahasakan kesediaan untuk saling memaafkan kesalahan dan kekhilafan, tulus,
ikhlas, mengakui kesalahan dan saling menerima sambil membarui niat untuk
memulai babak persahabatan dan relasi baru. Yesterday
is waste, today is news paper, tomorrow is concept paper. Masa depanlah
yang harus direncanakan dan dikembangan, bukan masa lalu yang tidak akan
kembali.
Paus dan
al-Azhar
Relasi Vatikan
dan Universitas al-Azhar yang dimulai secara resmi pasca kunjungan Paus Yohanes
Paulus II pada 1998, mengalami krisis sejak 2011. Enam tahun lamanya tidak
terjadi sesuatu yang berarti, sekalipun masing-masing pihak terus menyimpan
kerinduan untuk berekonsiliasi dan “melupakan” masa lalu.
Setelah
beberapa kali saling memberikan sinyal, akhirnya kerinduan itu terwujud. Imam Besar
al-Azhar Ahmad al-Tayyib mengunjungi Paus Fransiskus, Mei 2016, disusul
kunjungan balasan Paus Fransiskus ke al-Azhar akhir April 2017. Untuk merajut
kembali relasi yang sudah putus, butuh kesadaran dua belah pihak dan kerinduan
bersama-sama untuk saling memaafkan dan membarui komitmen untuk masa depan yang
lebih baik.
Kunjungan Paus
Fransiskus ke al-Azhar mendapat perhatian besar dunia, bukan saja karena
kualitas sensionalitasnya, melainkan karena ceramahnya yang menekankan tiga
jalan kebenaran untuk sebuah relasi lintas agama. Pertama, dialog lintas agama
membutuhkan pengakuan terhadap identitas keagamaan masing-masing yang terlibat
di dalamnya. Ambiguitas adalah musuh dialog karena membawa orang kepada
sinkretisme. Orang berdialog karena mereka berbeda dan ingin saling memperkaya
sekaligus memberikan kesaksian bahwa perbedaan itu indah.
Kedua, dialog
lintas agama membawa orang kepada keterbukaan untuk menerima perbedaan orang
lain. Dialog merupakan sebuah proses pembelajaran untuk hidup bersama dalam
keanekaragaman; yang berbeda tidak boleh dianggap sebagai ancaman, melainkan
kans yang memperkaya diri orang lain. Dialog bukan agenda pribadi, melainkan
proses transformatif yang mengubah manusia kepada kebaikan dan keseimbangan.
Ketiga, dialog
lintas agama sejati butuh pendidikan dan formasi. Semakin orang berpendidikan
dan memiliki pengetahuan yang seimbang tentang umat beragama lain, semakin
terbukalah dia untuk bertemu dan
berdialog dengan orang lain. Pendidikan dan formasi demikian juga membantu orang
untuk mengenal dan mengakui hak-hak serta keluhuran martabat manusia.
Akhirnya,
segala sesuatu harus bermula dari individu. Pribadi-pribadi yang mencintai
perdamaian akan menghasilkan sebuah RT dan RW, kampung, desa, kecamatan,
kabupaten, provinsi, negara dan dunia yang damai pula. Marilah memulai dengan
diri kita sendiri sambil berpegang pada tiga jalan kebenaran Paus Fransiskus.
Sumber: HIDUP
edisi 13/25 Juni 2017
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!