Staf Drs Y. Jacki Uly MH,
Anggota DPR Dapil NTT 2
SELASA 9 Januari 2018 malam. Kala itu saya tengah
berdiri berdesak-desakan dalam perut bus Transjakarta jurusan Stasiun
Palmerah-BNN di daerah Cawang, Jakarta. Melalui Reni Rumlaklak, rekan sesama
staf yang ngepos di DPR, Senayan,
atas perintah Viktor Bungtilu Laiskodat, anggota sekaligus Ketua Fraksi NasDem
DPR, saya diminta menyiapkan diri segera ke bandara malam itu juga.
Tim pemenangan
gabungan koalisi partai pendukung pasangan Viktor Bungtilu Laiskodat-Josef
Adreanus Nae Soi (selanjutnya: Laiskodat-Nae Soi) akan mendaftar paslon dengan
tagline “Victory Joss” di KPUD NTT, Rabu (10/1). Kode boooking tiket langsung dijapri. Terbiasa kerja cepat, tepat, terukur,
dan bertanggung jawab seperti pimpinan, dini hari saya sudah merapat di
kediaman Laiskodat, bilangan Monginsidi, Kota Baru, melapor diri untuk
bergabung dan terlibat langsung di belakang layar dalam sosialisasi pasangan
ini di seluruh wilayah di NTT.
Kala itu Laiskodat
adalah calon gubernur yang diusung dan didukung koalisi parpol di DPRD NTT,
baik yang punya seat atau non seat. Nama Laiskodat, saat itu
paling terakhir muncul, setelah mendapat mandat Surya Paloh, Ketua Umum Partai
NasDem. Surya ingin masyarakat NTT di bawah gubernut baru nanti segera
bersinar, terbang cepat agar masyarakat lebih sejahtera. Tak perlu berkubang
lama dalam ketertinggalan multi sektor. Dari empat paslon gubernur-wakil
gubernur, pilihan masyarakat tak meleset.
Duet Laiskodat-Nae
Soi akhirnya mendapat mandat rakyat untuk satu tekad bergandengan tangan
membangun tanah Flobamora lima tahun ke depan. Pada 5 September 2018, bersama
sejumlah gubernur-wakil gubernur terpilih dari seluruh Indonesia, Presiden Joko
Widodo melantik Laiskodat-Nae Soi di Istana Negara, Medan Merdeka, Jakarta.
Hari ini, genap setahun Laiskodat-Nae Soi memimpin tanah Flobamora. Lalu apa
yang bisa direfleksikan dari perjalanan setahun
usia kepemimpinan Laiskodat-Nae Soi? Apa kiat memajukan daerah?
Wajah ganda
Pada 5 September
2019, duet Laiskodat-Nae Soi genap setahun menjadi gubernur dan wakil gubernur.
Tentu belum saatnya melihat gebrakan dan hasil yang dicapai keduanya. Kita
tahu, Laiskodat adalah tipikal gubernur yang “kepala batu”. Ia berhasil meyakinkan
Jokowi datang di NTT empat kali selama 2019 di tengah kesibukan Jokowi mengurus
negara. NTT, suka tidak suka, adalah daerah yang masih erat dengan kemiskinan
dan ketertinggalan di berbagai aspek. Ia punya wajah ganda ketertinggalan.
Bahkan dalam
beberapa diskusi dengan Laiskodat dan beberapa politisi wakil rakyat asal NTT
di Senayan, Laiskodat pun menampik stigma itu. Laiskodat berkilah, NTT adalah
daerah potensial, kaya raya, namun minim sentuhan kepiawaian pemimpin
sebelumnya dengan kuasa formal yang dimiliki untuk bekerja dengan hati
memajukan daerah ini. NTT berhadapan muka dengan dua negara, Australia dan
Timor Leste, yang mesti dibawa lari bahkan “terbang” (istilah Laiskodat)
bersaing dengan negara tetangga, bukan dengan provinsi lain. Mengapa demikian,
paling kurang ada beberapa alasan.
Pertama, NTT
sungguh butuh seorang gubernur yang “nakal”, pekerja keras, sudah selesai
dengan dirinya, dan tegas namun tetap rendah hati dalam memimpin. Hal ini
penting karena dari setiap rotasi kepemimpinan daerah: dari gubernur yang satu
ke gubernur yang lain, bupati ke bupati, camat ke camat, kepala desa/temukung
ke kepala desa/temukung yang lain memimpin di wilayahnya masing-masing, namun
kemiskinan masih lengket. Kemiskinan masih menjadi karib setia. Hemat saya, ini
bisa dimaksimalkan dengan pengalaman dan latar belakang Laiskodat-Nae Soi:
gabungan politisi pengusaha dan politisi yang disegani yang lama berkiprah di
tingkat nasional, punya jejaring luas dan punya kontribusi untu negara.
Kedua, di tingkat
provinsi, dalam sejarah para gubernur terdahulu hingga saat ini sudah
meletakkan dasar dan spirit perjuangan bersama masyarakat memajukan daerah ini
lebih maju dan sejahtera lahir batin. Spirit kolektif yang tulus menjadi
landasan perjuangan membangun tanah Flobamora sejak dulu sudah diletakkan.
Mulai dari WJ Lalamentik (1958-1968), El Tari (1968-1978) dengan Program Tanam, Tanam, Tanam, Sekali Lagi Tanam,
Wang Suwandi (April 1968-16 Juni 1968).
Berikut Ben Mboi
(1978-1988) dengan Program Operasi Nusa Makmur,
Operasi Nusa Sehat, dan Operasi Nusa Hijau, Hendrik Fernandez
(1988-1993) melalui Program Gerakan
Meningkatkan Pendapatan Asli Rakyat dan Gerakan
Membangun Desa, Herman Musakabe (1993-1998) dengan gebrakan Tujuh Program Strategis, Piet A Tallo
dengan Tiga Batu Tungku.
Setelah itu Frans
Lebu Raya (2008-2018) dengan Program Anggur
Merah. Kemudian Laiskodat (2018-2024) dengan visi NTT Bangkit Mewujudkan Masyarakat Sejahtera Dalam Bingkai NKRI
dengan core kebijakan menyasar aspek
kesejahteraan, pariwisata, infrastruktur, SDM serta reformasi birokrasi dan
menjadikan pariwisata dan garam sebagai motor penggerak, prime mover serta leading
sector pembangunan daerah. Setiap berganti gubernur-wakil gubernur,
semangat dan rasa memiliki memajukan NTT mesti merasuk dalam sanubari setiap
pemimpin dan warganya agar daerah ini lekas bergerak ke arah yang lebih baik.
Mengapa demikian?
Karunia Tuhan
Dalam Ekspedisi Jejak Peradaban NTT (2011)
dilukiskan, NTT kaya budaya dan tradisi, dikruniai keindahan alam, sabana luas
untuk peternakan, sejumlah tanah subur untuk perkebunan, serta potensi
perikanan dan kelautan yang berlimpah. NTT memiliki keragaman budaya yang
menonjol dibandingkan sebagian provinsi lain. Masyarakatnya tinggal di berbagai
pulau yang sedikitnya memiliki kurang lebih 40 kelompok etnolinguistik. NTT
juga memiliki banyak tokoh nasional yang sudah mengharumkan nama bangsa.
Misalnya (sekadar menyebut beberapa nama) ahli radiologi WZ Yohannes, mantan
rektor UGM Herman Yohannes atau Frans Seda, mantan menteri era Bung Karno dan
pendiri Unika Atma Jaya Jakarta.
Masyarakat memiliki
aneka kekayaan budaya dan tradisi yang unik, berbagai jenis kain tenun, alat
musik khas, potensi garam yang besar, tradisi lefa, perburuan ikan paus di desa nelayan Lamalera dengan menggunakan
sampan kecil dan tempuling sederhana, tradisi pasola dan wula poddu di
Sumba, pesona sunset di Tenau saat
matahari takluk di balik Semau, pulau asal Gubernur Laiskodat atau tradisi reba di Ngada dan Nagekeo bahkan caci di Manggarai yang sudah mendunia,
dan lain-lain. Seluruh potensi tersebut bila disadari merupakan karunia Tuhan.
Upaya membangun NTT
dengan problematikan yang melingkupinya tentu menuntut setiap pemimpin
mempertaruhkan diri dan keluarga demi daerah yang kita cintai ini. Laiskodat-Nae
Soi tentu juga sudah tahu strategi apa yang tepat memajukan daerah bersama
rakyat. Salah satunya, membangun rasa percaya, trust, seluruh masyarakat bahwa NTT adalah provinsi yang sangat
poensial dikembangkan memajukan daerah.
Trust mutlak dalam setiap relationship. Ia tak sekadar indah dalam
kata namun mewujud dalam tindakan. Trust
adalah nilai yang menjadi perekat antarsemua stakeholder memajukan daerah. Di tangan Laiskodat-Nae Soi, ada asa.
Melchias Mekeng, Ketua Komisi Keuangan DPR jauh hari juga optimis. Kata Mekeng,
“Untuk NTT, saya sudah lihat dari awal. Viktor dan Jos saling mengisi, mereka
punya keunggulan. Ibaratnya satu tukang injak gas, satu tukang injak rem.
Keduanya punya pengalaman politik mumpuni. Viktor punya jaringan bisnis kuat di
Jakarta. Jos punya pengalaman mengurus infrastruktur di DPR RI. Keduanya
didukung partai yang bagus.” Selamat kepada Gubernur dan Wakil Gubernur NTT
untuk setahun kepemimpinannya. Tuhan berkati selalu.
Sumber: Pos Kupang, 5 September 2019
0 komentar:
Silahkan berkomentar
Tuliskan apa pendapatmu...!