Headlines News :
Home » , » Homo Viator

Homo Viator

Written By ansel-boto.blogspot.com on Monday, November 27, 2017 | 7:46 AM

Oleh Lucius Poya Hobamatan Pr
Imam Keuskupan Pangkalpinang 

HOMO Viator: Manusia itu, makhluk peziarah. Begitulah St. Gregorius Agung berkata tentang manusia. Beradanya manusia sebagai peziarah, karena di satu sisi manusia dicipta untuk keabadian, selaras dengan Pencipta yang menciptakannya; di sisi lain, manusia harus menenun hidup di sebuah dunia yang bersifat sementara dan fana, sehingga perjuangan, penderitaan dan kematian juga harus menjadi pengalaman nyata yang harus dicicipi.

Pergulatan untuk membangun identitas yang paradoks, antara keabadian dan kesementaraan itu, dirangkum dengan indah dalam kata homo viator, insan peziarah.

Karena manusia itu pezirah, maka ia kembara di dunia namun terus mengarahkan diri menuju keabadian. Karena manusia  itu peziarah, maka ia tunduk mengais nasib di dunia tempat awal hidup ditempuh, namun terus menengadah kepada Sang Kahlik, karena di sanalah tujuan akhir seluruh kelana. 

Karena manusia itu peziarah, maka walau ia terus berjuang menganyam hidup, dari satu tempat ke tempat yang lain, mendirikan  kemah dan membongkar kemah, mengais nasib dengan peluh keringat untuk bertahan dalam hidup yang sementara; namun ia tetap sadar bahwa tempat pasti baginya yang tetap dan abadi adalah rumah Bapa.

Rasanya identitas sebagai homo viator, sebagai makhluk peziarah ini, melakat begitu erat dalam hidup  Bapa Antonius Enga Tifaona; dan bagaimana identitas ini dimaknai dalam tahun-tahun ziarah sampai dipenghujung hidupnya, tanggal 15 Oktober 2017 yang silam.

Dari curiculum vitae yang terpotret dalam bentang sejarah, tampak jelas bagaimana ia memaknai idenitiasnya itu dengan setia.

Walau titik awal terajut di bukit Imulolong, namun bukan di sana hidup itu ditancap, ia segera hijrah ke bukit mandiri, terus meretas jalan menuju bukit Mataloko, untuk menemukan kesejatian jalan hidupnya, namun di sana pun tak dijumpainya; sehingga ia terus meniti jalan menuju bukit Syuradikara, untuk seterusnya berziarah dari satu tempat ke tempat lain; pasang kemah dan bongkar kemah.

Kendati demikian, sosok Bapa Anton tampil memukau sebagai peziarah, karena kualitas iman dan kesejatian ilmu, yang membentuk integritas dirinya sejak dari tanah leluhur, tak pernah tergerus oleh waktu, tak pernah tercemar oleh tempat walau cuaca terus berbeda dan berubah, dari masa ke masa.

Integritas itulah yang membesut dirinya bagai batu karang di tengah gelombang; menempatkannya di bukit-bukit jabatan strategis dan mengantarnya menjadi salah seorang insan Nusa Bunga untuk ikut memikirkan dan merumuskan ke mana seharusnya Gereja tempat ia terlahir dan negeri khatulistiwa, tempat tumpah darahnya ini dibawa.

Begitulah Bapa Anton memaknai identitasnya sebagai homo vator. Ia bagai sosok-sosok peziarah yang ditampilkan Kitab Suci  dalam pekan ini.  Ia memang terlahir di pinggiran, namun ia tidak mau menjadi orang buta. Tuhan membuka matanya untuk melihat dan mengikuti Dia, kendati terus berpindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain.

Tuhanlah yang meneguhkannya untuk  membangun kejujuran dan kesahajaan di tengah potret kehidupan yang diwarnai mentalitas pemungut cukai seperti Zakeus yang lama, kendati dengan itu ia bersama keluarga  harus tampil sederhana. 

Tuhanlah yang mengasahnya untuk berjuang memeilihara diri sebagai Bait Allah, dan terus membesutnya menjadi hamba Allah yang setia menggandakan talenta dan  mina, sehingga ia dipercaya untuk mendapuk jabatan-jabatan strategis baik untuk institusinya maupun untuk negeri ini, karena ia tidak mau negeri ini bersimbah darah, tinggal puing-puing seperti nasib Yerusalem, yang ditangisi Yesus di hari Kamis kemarin.

Pertanyaan kita adalah mengapa Bapa Anton sanggup menampilkan sosok diri sebagai homo viator di sebuah kanvas kehidupan yang penuh warna? Rasanya kuasa Sabda Allah yang dikumandangkan pada 40 hari kematiannya hari ini memberi jawaban.

Bagi Bapa Anton, hidup bukanlah sekadar sebuah moment untuk dinikmati, melainkan sebuah tugas dari Allah yang harus dipertanggungjawabkan. Dan oleh karena itu, ia tidak melintasinya dengan kekuatan sendiri, melainkan selalu bersama Allah, dalam spiritualitas seorang hamba.

Rasanya spiritualitas dan integritas itu yang ditampilkan secara simbolik dalam hidupnya yang sederhana namun berbobot, walau dengan itu, ia harus menghalau setiap moment yang sebetulnya memberinya peluang untuk mendulang pundi-pundi; walau untuk itu ia harus tegar di tengah simpang siur godaan di setiap posisi yang ia dapuk; tanpa ada rasa gelisah di raut wajahnya; karena ia memiliki iman yang kokoh akan Kristus yang wafat namun hidup kembali.

Kristus itulah yang menjadi ragi yang mengembangkan adonan ziarah hidupnya; sehingga ia selalu sadar diri bahwa hidup ini bersifat sementara dan keabadian ada di rumah Bapa. Dan oleh karena itu, kendati hidup ini sementara, ia tetap memelihara diri sebagai milik Tuhan dan menenun hidup itu untuk Tuhan, agar ia mati pun, mati untuk Tuhan.

Oleh karena itu, rasanya ada sebuah pesan dalam kebisuan Bapa Anton untuk saya dan anda yang memperingati 40 hari kepergiannya, di penghujung ziarah  Gereja hari ini, bahwa apapun situasi yang dihadapi, bentuklah diri sebagai Homo Viator, tumbuhkanlah spiritualitas sebagai hamba Allah yang berkualitas dan berintegritas, agar kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, supaya bila kita mati, kita mati dalam Tuhan.

Hanya dengan spiritualitas ini, kita ditolong untuk menenun hidup sebagai tugas dari Allah yang harus dipertanggung-jawabkan, saat Ia datang sebagai Raja Semesta Alam, yang akan kita rayakan dalam misteri, pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam besok. Bapa Anton, selamat menikmati Rumah Bapa. Berbahagialah di Nagi abadi. Doakanlah kami yang masih berkelana sebagai Homo Viator. (Kotbah disampaikan pada Misa 40 Hari Brigjen Pol (Purn) Drs Antonius Stefanus Enga Tifaona di Gereja St Agustinus Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu, 25/11 2017)
Sumber: Harian Flores Pos, 27/11 2017
SEBARKAN ARTIKEL INI :

0 komentar:

Silahkan berkomentar

Tuliskan apa pendapatmu...!

 
Didukung : Creating Website | MFILES
Copyright © 2015. Ansel Deri - All Rights Reserved
Thanks to KORAN MIGRAN
Proudly powered by Blogger